Catatan : J. FARUK ABDILLAH
Sudah tidak terhitung lagi nyawa melayang ditengah keriuhan wabah Corona yang mengganas. Satu persatu saudara,sahabat, teman, tetangga, orang tua, suami, istri bahkan satu keluarga tinggalkan kampung halaman bumi ini, bagai ikut antrian beras di era kemerdekaan.
Kegelisahan ummat kini dipuncak ketakutan dan ketidak pastian. Mereka mirip tersapu gelombang laut dan mengapung diatas samudera luas yang tak bertepi dan mereka hanya menggelayut di sebatang bongkahan bambu nan rapuh.
Hampir seluruh bahasa telah tersampaikan, seluruh ucap keluh kesah dan permintaan telah diteriakkan. Namun tolong dan tolong hanyalah bak lolongan anjing hutan ditengah malam. Tidak ada yang ‘menggubrisnya’. Apa itu lolongan karena sedang kesakitan, kelaparan atau sedang tak berdaya lainnya yang berkepanjangan.
Hari ini membuka HP kita, terasa memasuki ‘ruangan horor’ dan penuh teka teki kematian. Nama nama yang akrab ditelinga kita, tiap hari diumumkan telah wafat. Misalnya K. RB. Ali Rahmat salah satu imam besar Masjid Besar Kota Sumenep, H. Nayat Superang, tokoh yang terkenal dalam pengobatan tradisional dan Supranatural yang ‘moncer’ di Madura, KH. Anas pengasuh Ponpes Al-Amien Prenduan yang terbesar di Madura. Terahir saya mendapat kabar, sahabat saya, A. Halim juru parkir di pintu gerbang Pasar Anom Baru Sumenep, yang dikbarkan wafat pula.
Mungkin sudah ratusan orang warga Sumenep yang wafat karena virus C19. Mereka ikut menyumbangkan jumlah kematian tingkat nasional. Walau kita tidak pernah tau berapa tepatnya angka kematian itu, karena tidak pernah di umumkan secara resmi oleh Pemkab Sumenep. Baik lewat situs resmi Pemkab ataupun lewat crisis center mereka. Lalu ada apa ?
Kemarin di tingkat nasional yang terpapar 47.899 orang, hari ini sudah berjumlah 54.517 jiwa. Kemarin yang wafat 864 jiwa, hari ini menanjak menjadi 991 jiwa ( 15 Juli 2021 ).
Hari ini saya juga dapatkan berita “ horror” lainnya tentang kematian usaha kecil di Sumenep.
Oke Oce, laskar jalanan yang bergerak di bidang usaha kecil, nasibnya kini sedang tertindih akibat darurat C19. Mereka ketakutan dengan operasi Pemkab bersama aparat lainnya yang melakukan operasi ‘penghadangan’ diruas-ruas jalan kota dan melakukan Swab antigen. akhirnya mereka memilih tetap dirumah, mencari aman atas dasar keyakinan dan pengalaman yang didengar dirinya.
Menurut cerita Fauzi, coordinator Oke Oce Sumenep, nyaris 300 anggotanya ‘menggelepar’ akibat dampak C19. Mereka takut dengan kondisi yang ia dengar saat ini, padahal itu belum tentu benar. Merekapun pasti tertekan ekonominya karena tidak lagi leluasa bekerja. Dulu saat belum diberlakukan kedarutan C19 masih bisa berpenghasilan lumayan, hari ini mereka hanya bisa menjual pentol bakso kisaran seratus ribu rupiah per hari, bagi yang ‘tatag’ menjajakan dagangannya. Merekapun kini susah untuk bertahan hidup untuk makan, sementara pertolongan tidak kunjung datang. ( “ Lontong…, Lontong…, Eh Tolong.., Tolong.., tolong.” )
Issue yang menggema di kabupaten Sumenep, lahirkan berbagai tafsir dan rumor tak sedap. Bahkan kian memperparah situasi yang kian ‘salbut’ .
Rasanya Pemda Sumenep tidak bisa tinggal diam dalam situasi ketiidak pastian hari ini. Rakyat tidak bisa dibiarkan mengais -ngais informasi dari kata ke katanya. Sebab loudspeaker masjid, mushollah dan surau telah menegaskan kian banyaknya kematian di kampung-kampung mereka, disertai ocehan puluhan ribu bibir warga yang bercerita ; dengan raut wajah pilu dan murka.
Sungguh tidak cerdas jika Pemerintah ‘Cuwek bebek’ atas rakyatnya yang membutuhkan banyak hal di situasi pandemic. Seperti hendak menegaskan Pemda sudah mulai ‘kurang berdaya’ dan ‘melempar handuk’ untuk menangani situasi ini.
Kekecewaan yang kian menggumpal atas rakyat Sumenep, dikhawatirkan melahirkan ‘perlawanan’ social yang massiv . Banyaklah cara –cara rakyat untuk melawan ; bisa dengan kata –kata dan action lainnya ; seperti yang dilakukan pedagang Pasar Anom Baru, yang menutup seluruh toko-toko mereka tatkala diumumkan oleh Pemkab sehari sebelumnya, lewat halo-halo megaphone, bahwa akan ada swab antigen di dalam pasar itu. ( duh kok nggak cerdas ya, bukankah di Pasar Anom Baru itu ada paguyuban yang bisa di ajak diskusi dan sosialisasi)
Tidak boleh terjadi ..! Pemkab mempertontonkan ‘ketidak berdayaannya’ dan ‘menelanjangi diri‘ didepan publicnya dengan. . Dan tidak perlu malu untuk mengajak dan melibatkan public untuk ‘Jhung rohjung lombhung’ , kemudian dibarenggi dengan aksi nyata.
Masih banyak warga yang potensial untuk ikut bersama-sama menyusun kekuatan baru menghadapi pandemic ini ; entah itu media, komunitas usaha,mahasiswa, akademisi, praktisi, profesiona dan lainnya, untuk bahu membahu ditengah ‘kehororan’ informasi dan situasi yang dirasa rakyat Sumenep.
Keadaan ini tidak mungkin kita tutup tutupi dengan ‘culas’ ; sehebat apapun selubung rahasia yang dibuat untuk menututupi peristiwa ; maka semakin kuat bau ‘busuk’ yang akan menyeruak.
“CRISIS CENTRE SUMENEP “ segera dibentuk ; untuk mengelola problem masyarakat Sumenep di saat pendemi. Setidaknya bisa mengurangi beban mereka, dari ‘kehororan’ yang ikut menyelimuti wabah kali ini.
Soal dana kegiatan tersebut, tentu Pemda lebih piawai dalam menganggarkan dan mencari di sector lain. Toh kata rakyat kecil ; “ Itu kan uang rakyat juga- yang tidak akan merugikan kantong pribadi aparat ataupun Bapak Bupati”.
Dana lain ; bisa di upayakan pada sector usaha migas di PT WUS dan CSR lainnya. Masak TV One saja bisa menggaet PT. KEI dalam acara gelut yang bertitel “One Pride TV One”. Kita cuma hanya jadi penontonya. Ajib kata kata orang Arab… !
Apalagi soal darurat kemanusiaan hari ini terjadi di ladang migas. Migas yang mensuplai kebutuhan rakyat Jawa Timur. Dan telah masuk ke rumah-rumah warga di Surabaya, mirip suplai air PDAM. ( maaf, warga Sumenep cuma kebagian ceritanya, di Surabaya sedang menggarap 16 Kelurahan gas meter untuk warganya, atau sekitar 24.000 jaringan gas meter kerumah warga. Ini pula tagihan yang lain untuk Bupati Fauzi )
Hari ini rakyat menagih slogan ataupun jargon ‘Move On dan Bissmillah Melayani’ yang dikibarkan Fauzie bersama Timsesnya jelang Pilkada lalu, untuk ‘dipertanggung jawabkan’ sebagai orang Kandidat yang telah dipilih rakyat Sumenep dengan gempita . ( J. FARUK ABDILLAH ).
*Penulis adalah Wartawan Senior. Kini Advokat Bantuan Hukum. Ketua DPC Perkumpulan Advokad Indonesia ( Peradin ) Sumenep. Berdomisili di Surabaya.
Tinggalkan Balasan