
Surabaya, Forum Nusantara – Gilimanuk Mobil Travel Setor Rp300 Ribu Penumpang lolos Menyebrang di pelabuhan tanpa surat hasil Rapid Test Antigen
Jembrana, – Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana merupakan pintu masuk bagian barat Pulau Bali. Aktivitas pelabuhan ini pada hari-hari biasa sebelum pandemik sangatlah padat. Kini persyaratan keluar dan masuk Bali semakin diperketat. Para pelaku perjalanan harus menunjukkan kartu vaksinasi dan surat keterangan negatif Rapid Test Antigen atau Polymerase Chain Reaction (PCR) dilengkapi Barcode/QRCode paling lambat 2×24 jam.Kamis 12/08/2021
Di tengah gembar-gembor ketatnya pemberlakukan syarat tersebut, penerapan pemeriksaan persyaratan perjalanan di Pelabuhan Gilimanuk ternyata bisa “dinego”. Selain pengalaman awak media yang sempat menjajal jalur “nego” ini, banyak warga dengan gamblang menceritakan pengalaman yang sama. Ada apa dengan petugas di Pelabuhan Gilimanuk? Siapa yang bermain di balik semua ini? Berikut fakta-fakta hasil penelusuran awak media
1. Berbekal kertas putih kosong dan uang Rp50 ribu, kami lolos tanpa hasil Rapid Test Antigen
Peristiwa ini merupakan pengalaman awak media sendiri yang mencoba menelusuri kebenaran kabar tersebut. Saat itu, sebelum penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, kami berlima berniat keluar Bali. Sopir travel menawarkan kami perjalanan ke luar Bali tanpa menggunakan hasil Rapid Test Antigen. Ia meminta kami menyediakan uang Rp30 ribu per kepala dan kami pun menurutinya.
Setelah membeli tiket keberangkatan kapal dan memasuki Pelabuhan Gilimanuk pada tengah malam, sopir travel mengajak melakukan cara lolos pemeriksaan yang pertama melalui Gate 4. Namun cara ini gagal dilakukan karena saat itu petugas yang melakukan pemeriksaan terlihat susah dinego dan kondisi kendaraan yang akan menyeberang begitu padat.
Lalu kami keluar dari area pelabuhan dan bersiap mencoba cara kedua. Cara yang kerap dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Pada cara kedua ini, sopir mengajak kami menyelip di antara truk tronton yang antre masuk pintu pemeriksaan. Menuju salah satu tempat pembelian tiket di dalam pelabuhan. Di sana kami harus menunggu sebentar hingga kendaraan di pintu pemeriksaan mulai lengang.
Sopir yang membawa kami lalu bernegosiasi dengan salah satu oknum. Dari Rp30 ribu per kepala malam itu menjadi Rp50 ribu per kepala. Nilai uang ini sebagai pengganti Surat Keterangan Negatif Rapid Test Antigen.
Tidak berselang lama, oknum tersebut mengawal mobil yang kami tumpangi dan mengarahkannya ke Gate I. Di dalam mobil, sopir berpesan agar jika ditanya kami berpura-pura sebagai penumpang travel. Oknum tersebut kemudian mendekati petugas polisi yang sedang melakukan pemeriksaan kepada kami.
Setelah petugas polisi menerima “kode” yang diberikan oleh oknum tersebut. Lalu petugas berpura-pura memeriksa lembaran kertas putih kosong yang kami berikan. Tanpa ba bi bu, dan seolah-olah kami diperiksa, petugas membiarkan kami lolos. Lalu, oknum tersebut kembali memberikan kode pada petugas lain di pintu masuk tersebut hingga kami berhasil menuju ke kapal.
2. Soal nego, sopir travel mengaku diuntungkan lebih cepat
Salah satu sopir travel yang meminta namanya dirahasiakan menyampaikan bahwa kondisi serupa memang sudah ada yang mengatur sehingga bisa dengan mudah lolos tanpa Surat Keterangan Negatif Rapid Test Antigen. Menurutnya, dalam kondisi seperti ini pagi harinya mereka bisa menyeberang dengan cepat sehingga menghemat waktu perjalanan.
“Kalau nggak diakalin begitu, nanti kami kelamaan kan? Belum rapid, belum vaksin, gitu kan?” jelasnya.
Untuk memperlancar perjalanan ke luar Bali tersebut, ia mengaku menyetor uang Rp300 ribu per mobil travel kepada salah satu pentolannya, yang kemudian disetorkan ke oknum kepolisian berinisial W.
3. Sopir ambulans merasa tidak dapat prioritas dan malah diribetkan dengan segala persyaratan
Di sisi lain, awak media belum lama ini mengangkat kisah seorang sopir ambulans sosial yang mengeluhkan ribetnya persyaratan keluar masuk Bali. Mereka harus menunjukkan kartu vaksinasi, surat keterangan negatif Rapid Test Antigen atau Polymerase Chain Reaction (PCR) dilengkapi Barcode/QRCode paling lama 2×24 jam kepada petugas di jalur pelabuhan yang akan dilaluinya.
Anton mengungkapkan bahwa sistem syarat perjalanan yang diterapkan saat ini justru lebih menyulitkan. Apalagi ia sering membawa pasien atau jenazah keluar dari Bali. Setidaknya seminggu bisa sampai tiga kali.
Saat ini semuanya, baik sopir ambulans maupun pihak keluarga pasien yang keluar Bali harus menggunakan surat keterangan hasil Rapid Test Antigen. Sekali tes ia merogoh koceknya sendiri sebanyak Rp160 ribu per kepala. Sehingga jika dia membawa sopir cadangan, maka ia harus mengeluarkan uang dua kali lipat.
“Untuk Gilimanuk-Ketapang sekarang ruet. Ambulans sudah bukan lagi prioritas. Apa-apa serba ruet. Sebenarnya itu kami, driver-driver ambulan di sini itu mengeluh semuanya,” ungkapnya.
Selain itu, ini sering mendapatkan kendala tertahan di lokasi penyeberangan setelah memasuki Pelabuhan Gilimanuk karena persyaratan yang ketat ini. Menurutnya banyak petugas yang bukan bertanggung jawab soal pengecekan persyaratan perjalanan, ikut-ikutan menanyakan persyaratan tersebut.
Lalu agar mempermudah keluar Bali tanpa kendala, maka ia harus merogoh kocek lagi Rp50 ribu untuk oknum-oknum tersebut. “Jadi kalau ada yang nanya itu, kasih uang Rp50 ribu. Nanya lagi kasih lagi Rp50 ribu. Itu kami los, tidak ada yang nanya-nanya lagi sampai masuk kapal,” jelasnya.
4. Kondisi di pelabuhan penyeberangan diakui parah
Kemudian seorang petugas di pelabuhan (identitas dirahasiakan), menyampaikan bahwa hal semacam ini memang sering terjadi. Meloloskan penumpang tanpa surat keterangan negatif Rapid Test Antigen hingga ke atas kapal, dianggap sudah biasa. Paling banyak didominasi pelaku perjalanan sepeda motor dan mobil penumpang.
“Aduh, ya begitulah di sana. Aduh, parah. Makanya kami, yang lain udah mengikuti ini. Mengedukasi masyarakat yang benar gitu. Yang masyarakat sehat boleh, intinya bukan apa-apa ya. Ini yang di bawah ini, aduh yang tidak satu langkah. Makanya kami kayak sia-sia jadinya. Kami udah menjalankan protokol, teman-teman di bawah ini masih membuka peluang seperti itu kan. Bahaya jadinya kami yang ke lapangan,” curhatnya.
Menurutnya, para pelaku perjalanan yang akan menyeberang ini harusnya tidak bisa membeli tiket jika tidak bisa menunjukkan surat hasil Rapid Test Antigen dan sertifikat vaksinasi. Ia menduga memang sudah ada komunikasi sebelumnya.
“Nah di situ dia bobolnya petugas penjual tiket kapal itu. Kalau memang ASDP-nya ketat, mereka nggak berani menjual sebelum ada dokumen dua itu,” ungkapnya.
“Berat-berat. Makanya ini. Kasihan kami ini yang sudah bekerja keras. Di sisi lain ada yang bocor,” imbuhnya.
Pelaku perjalanan yang menggunakan cara ini, berdasarkan temuannya, mengaku telah membayar Rp100 ribu ke petugas yang berseragam polisi.
5. ASDP Pelabuhan Gilimanuk akan berkoordinasi dengan Satgas COVID-19
General Manager PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan atau PT ASDP Ketapang-Gilimanuk, Suharto, saat dikonfirmasi pada Rabu 11/8.kemarin, menyampaikan petugas gabungan yang melakukan pemeriksaan persyaratan pelaku perjalanan keluar Bali terdiri dari petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), TNI/Polri, Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD), ASDP, dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
Dalam sehari, dengan jam kerja selama 12 jam, petugas gabungan yang berjaga di antaranya 6 orang anggota Polisi, 3 orang dari TNI, 2 orang BPTD, 2 orang ASDP, 2 orang KSOP, dan 2 orang KKP.
“Gabungan, sesuai SE,” jawabnya pada Rabu (11/8/2021).
Dimintai tanggapan terkait kabar bocornya pemeriksaan persyaratan pelaku perjalanan di Pelabuhan Gilimanuk ini, pihaknya tidak spesifik menanggapi. Namun menurutnya dalam sistem pemesanan tiket online, sudah ada peringatan kepada para pemakai jasa yakni sebelum melanjutkan pemesanan tiket, dipastikan sudah memenuhi persyaratan vaksin dan rapid test. Terkecuali logistik, hanya menggunakan rapid test saja. Panduan ini sudah bisa diakses di aplikasi Ferizy.
“Terima kasih atas masukaannya, kami ASDP sebagai operator pelabuhan untuk menyiapkan fasilitas pelabuhan. Dan kami akan segera mengkoordinasikan dengan Tim Satgas karena sesuai dengan SE Gubernur Nomor 11 Tahun 2021 yang dikoordinatori oleh KKP,” ungkapnya.
6. KP3 Pelabuhan Gilimanuk pertanyakan oknum yang dimaksud
awak media lalu mengkonfirmasi terpisah Kapolsek KP3 Pelabuhan Gilimanuk, Kompol Gusti Putu Dharmanatha,kembali menanyakan sumber informasi tersebut kepada awak media. Menanggapi kabar ini, ia menjelaskan bahwa pihak kepolisian bekerja berdasarkan bukti. Saat bertugas pun bersama petugas gabungan, yang di dalamnya bukan hanya unsur kepolisian saja.
“Kalau memang menemui itu kemarin, kenapa gak langsung ditahan orangnya itu? Jangan sampai kami dikambing hitamkan. Nah anggota? Anggota yang mana,” tuturnya
7. Polres Jembrana terbuka jika memang ada anggotanya berbuat curang. Masyarakat bisa melapor ke Propam
Sementara Kapolres Jembrana, AKBP I Ketut Gede Adi Wibawa, pada Rabu 11/8 kemarin, menyampaikan sudah sering menerima informasi semacam ini namun tidak disertai dengan bukti. Informasi yang selama ini dia terima hanya “katanya-katanya” saja. Tanpa ada barang bukti dari masyarakat. Petugas kepolisian di Pelabuhan Gilimanuk, ia tegaskan, porsinya hanya mengarahkan ke tempat validasi persyaratan, bukan sebagai petugas yang memvalidasi persyaratan tersebut.
Selain itu, kendaraan yang menyeberang dari Pelabuhan Gilimanuk ke Pelabuhan Ketapang atau sebaliknya, harus melalui pemeriksaan kembali. Apabila menemukan ketidaklengkapan persyaratan, pelaku perjalanan tersebut akan dikembalikan ke pelabuhan keberangkatan sebelumnya.
“Jadi ini memang banyak yang menginformasikan seperti itu. Hanya sekedar katanya. Kalau kami polisi kan harus dengan bukti ya. Jadi kami mengimbau kepada masyarakat, apabila memang ada seperti itu, tolong sampaikan ke kami. Kami juga pasti akan menindak anggota kami apabila memang benar ada melakukan seperti itu. Tapi jangan sampai katanya,” jelasnya.
Lalu bagaimana jika masyarakat memiliki bukti tindakan ini? Kapolres kemudian menjelaskan mekanisme pelaporan yang bisa dilakukan oleh masyarakat. Dugaan tindakan tersebut harus dilengkapi bukti untuk kemudian dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Bali.
“Tinggal laporan ke polres bisa. Bisa, betul (ke SPKT). Atau bisa ke propam. Ke Polda bisa. Kami kan sudah terbuka. Jadi ke propam Polda bisa, ke Polres Jembrana juga bisa. Kan gitu,” jelasnya.
(Slm/ Iqbal)
Tinggalkan Balasan