Oleh: Aulia Febrina Maharani *)
Keterangan: Pagi yang dingin pada 5 Juli 2015 jam 4:00 ketika Gunung Raung meletus
Fenomena udara dingin kerap menjadi perbincangan ketika memasuki pertengahan musim kemarau. Temperatur udara menjelang pagi sangat dingin dan pada siang hari seperti pada musim semi atau musim gugur di negara-negara beriklim sedang. Bahkan ada yang mengaitkan dengan bencana alam karena posisi matahari terbit dari arah timur laut. Sejak 2020, peristiwa ini sering dikaitkan dengan pandemi Covid-19 dimana peningkatan kasus pasien terinfeksi virus Korona biasanya terjadi pada rentang waktu tersebut. Karenanya, bagi mereka yang tidak meyakini keberadaan Covid-19, tingginya angka kematian pada saat itu katanya disebabkan oleh adanya Aphelion. Dengan kata lain, suhu dingin dianggap sebagai penyebab utamanya. Padahal fenomena ini terjadi setiap tahun sejak dahulu kala. Pertanyaannya apakah Aphelion dan bagaimana mekanismenya dalam menurunkan suhu atmosfer yang berdampak tidak langsung dalam menurunkan daya tahan tubuh?
Memang, suhu dingin secara tidak langsung berdampak terhadap penurunan daya tahan tubuh sehingga lebih rentan terinfeksi Covid-19. Namun, Aphelion bukanlah penyebab utama karena fenomena ini terjadi tiap tahun yaitu pada setiap 4 Juli. Tahun ini terjadi pada jam 3:10 a.m. EST. Dinginnya udara di belahan selatan khatulistiwa saat ini bukan semata-mata diakibatkan oleh jarak antara bumi dan matahari paling jauh. Buktinya suhu udara di belahan bumi bagian utara saat ini sangat panas. Tetapi, di belahan bumi bagian selatan justru sebaliknya. Semakin ke selatan suatu wilayah di permukaan bumi saat ini maka suhu udaranya semakin dingin.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan suhu udara dingin di belahan selatan garis lintang nol derajat pada bulan ini.
Posisi Bumi dan Sudut Jatuh Cahaya Matahari
Garis edar atau orbit bumi dalam mengelilingi matahari saat ini condong dimana cahaya matahari lebih banyak diterima di belahan bumi utara. Ketika dilihat dari khatulistiwa, matahari mengalami pergeseran 23,5 derajat pada 21 Juni. Artinya posisi matahari berada pada jarak terjauh dari khatulistiwa di belahan bumi bagian utara. Tetapi pada saat ini posisinya sudah bergeser ke selatan kembali menuju ekuator. Sebagai dampaknya, kita yang tinggal di Jawa misalnya akan mengalami fenomena sebaliknya, yakni panjang malam lebih lama daripada siang hari. Ini berarti bahwa energi panas yang kita terima menjadi lebih sedikit. Disamping itu, sudut jatuh cahaya matahari pada permukaan bumi yang kita pijak menjadi lebih kecil, sehingga energi yang diterima per satuan luas area menjadi lebih rendah. Disamping itu, saat ini wilayah kita berada pada jarak terjauh dengan matahari. Dengan demikian maka suhu udara di sekitar kita akan terasa lebih dingin daripada biasanya.
Uap Air di Musim Kemarau
Pada saat ini, wilayah negara kita musim kemarau walaupun di Jawa dan Madura terkadang masih turun hujan. Ketika musim kemarau maka di atmosfer tidak terdapat banyak uap air atau awan. Kita sudah mengetahui bahwa awan dapat berfungi sebagai selimut bagi bumi. Hal ini karena air merupakan senyawa yang memiliki sifat unik yaitu dapat menyimpan kalor atau panas dengan baik. Karenanya, tanpa adanya awan di atas wilayah kita maka suhu udara akan menjadi lebih dingin. Sinar infra merah yang berasal dari cahaya matahari akan mudah dipantulkan kembali ke ruang angkasa, baik pada siang maupun malam hari. Jadi panas tersebut tidak tertahan di atmosfer dimana keberadaannya akan memberikan kehangatan bagi makhluk hidup dan permukaan bumi yang berada di bawahnya.
Angin Muson
Adanya angin Muson yang bertiup dari arah tenggara yang berasal dari negeri kanguru berkontribusi signifikan terhadap penurunan suhu di beberapa tempat di Indonesia. Saat ini, negara tersebut tengah musim dingin. Tekanan udara yang tinggi pada musim dingin di Benua Australia tersebut menyebabkan perbedaan yang sangat besar dengan tekanan udara di Indonesia. Hal ini juga menyebabkan angin yang berhembus dari tenggara menjadi sangat kencang yang berakibat tingginya gelombang di beberapa perairan bagian selatan negara kita terutama di Samudera Indonesia. Dengan adanya perbedaan tekanan udara tersebut maka uap air yang sangat dingin di Benua Australia akan terdistribusikan ke wilayah-wilayah tanah air terutama di bagian selatan khatulistiwa. Sebagai contoh temperatur udara di Melbourne pada 20 Juli 2022 pukul 07:30 pagi menyentuh 1 oC. Pada saat itu, kondisi atmosfer di bekas Ibu Kota Australia itu sangat cerah. Tetapi pada esok hari, 27 Juli 2022 suhunya menjadi 9 oC pada jam yang sama karena kota tersebut berawan, disamping matahari semakin bergeser ke arah selatan. Sementara temperatur udara di Jember misalnya pada kedua tanggal yang sama berturut-turut 21 dan 22 oC ketika jam 04:30 pagi. Sedangkan suhu udara di Surabaya yaitu 26 dan 24 oC pada tanggal dan jam yang sama. Adapun temperatur udara di Pamekasan yaitu tetap 26 oC pada kedua tanggal dan jam tersebut. Adanya perpindahan uap air dingin dari Benua Australia tentu menambah dinginnya temperatur udara di wilayah negara kita seperti Papua bagian selatan, Nusa Tenggara Timur dan Barat, Bali, Jawa serta Sumatera bagian selatan yang secara geografis posisinya relatif dekat dengan Australia. Penurunan suhu ekstrim akan dirasakan di daerah pegunungan. Suhu udara di beberapa daerah seperti di Dieng, Bromo, Puncak Mahameru dapat menyentuh 0 oC pada jam 05:00 pagi.
Kondisi udara dingin dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Oleh karena itu, kita perlu menjaga tubuh agar tetap fit. Beberapa penyakit akan kambuh apabila terpapar suhu dingin seperti asma, sinusitis serta alergi dan pilek alergi pada suhu dingin. Efek negatif lainnya biasanya kulit dan bibir menjadi pecah-pecah terutama apabila tubuh kurang cairan, kelembaban udara rendah dan sering terpapar angin. Secara umum, dampak suhu dingin dapat menurunkan daya tahan tubuh. Upaya untuk mengatasinya yaitu dengan memakai baju hangat dan/atau mengkonsumsi makanan bergizi dan bervitamin serta meminum minuman penghangat seperti berbahan dasar rimpang. Jenis minuman tersebut dapat memberikan kehangatan bagi tubuh; sehingga dapat terhindar dari penyakit yang mekanisme serangannya terkait dengan sistem immun tubuh.
*) Penulis adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya
Tinggalkan Balasan