Probolinggo, Forumnusantaranewd.com – Keresahan para petani disekitar berdirinya Pabrik Gula (PG) Wonolangan Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo bukan hal baru, mengingat musim penghujan seolah menjadi momen bagi pengelola PG untuk membuang limbah cair secara serampangan.
Bahkan siklus tidak mengindahkan dampak lingkungan ini menjadi hal yang wajar bagi pihak perusahaan peninggalan Belanda ini. Mungkin juga dengan membuang limbah tanpa proses pengolahan secara benar dan berbarengan dengan turunnya air hujan dianggap tidak berbahaya bagi lingkungan. Kenyataan ini yang kerap dilakukan oleh PG Wonolangan dalam beberapa tahun ini.
Sebenarnya bukan soal kompensasi yang diberikan pada para petani saat mereka mengalami kerusakan pada tanamannya, namun lebih pada sisi dampak sosial ketika uang dijadikan alat untuk membungkam para petani yang menjadi korban keburukan pengelolaan limbah tersebut.
Yang jelas, aliran limbah PG Wonolangan kecamatan Dringu ini melintas dibeberapa lahan pertanian di 3 desa yakni Desa Kedung dalem, Dringu dan Pabean. Namun dampak yang paling parah justru dari desa yang paling dekat dengan pabrik penghasil gula ini yaitu Desa Kedung Dalem. Hal ini yang menjadi kekhawatiran petani didesa tersebut yang hamper dipastikan setiap masuk musim penghujan, aliran limbah hitam pekat dan panas tanpa proses mengalir di aliran pematang lahan.
“Mungkin juga pihak pabrik dalam upaya menekan biaya pada sisi pengolahan limbah, sehingga dengan adanya musim hujan, mereka memanfaatkan momen yang dinilai aman dan bisa menekan biaya operasional.”Ujar Idrus Wahyudi ST, salah seorang pemerhati lingkungan di Kabupaten Probolinggo.
Akankah keluh kesah para petani ini akan berkelanjutan selama bertahun-tahun dan mereka dianggap kelinci percobaan, jika aset mereka aman maka pihak pabrik akan leluasa menjalankan kebijakan membuang limbah sembarangan. Seharusnya PG Wonolangan melaksanakan prosedur dalam pengelolaan limbah secara benar, maka kecil kemungkinan kecil kemunkinn akan berdampak negative pada masyarakat. Melewatkan air berpolutan melalui UPLC (Unit Pengelolaan Limbah Cair), dengan menjaga agar jumlah limbah sekecil mungkin dan kadar polutan sekecil mungkin diharapkan tidak akan mencemari lingkungan. Dengan system UPLC yang bekerja secara biologis dengan aerasi lanjut (SAL/PSUL 93-3) pada system ini bahan organik sebagai polutan akan didegradasi dan diurai oleh mikroba menjadi CO2 + H20 + energi dengan bantuan oksigen dan dengan demikian kecil kemungkinan akan terjadi pengrusakan lingkungan. “Kami hanya mengingatkan dan meminta kepastian agar pihak pabrik komitmen dengan aturan yang digunakan dalam hal pengelolaan limbah dan yang pasti tida merusak lingkungan. Bagaimanapun kami para petani yang akan jadi korban.”ujar Toha, petani disisi utara PG Wonolangan. (Tim)
Tinggalkan Balasan