
Lokasi Bangunan yang menjadi Polemik Skandal Aset
Lumajang | forumnusantaranews.com
Aroma skandal besar mencuat di balik jual beli aset PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 9 Lumajang. Muhammad Zeki Abdur Rohman, korban yang mengaku rugi hingga Rp100 juta, memutuskan melawan balik praktik mafia aset yang melibatkan makelar, oknum pejabat PT KAI, hingga pengusaha lokal. Skandal ini semakin ramai setelah diketahui bangunan di lokasi tersebut mengganggu traffic light dan sempat ditindak Satpol PP.
Dari hasil investigasi media, kejadian berawal pada Juli 2023, ketika Zeki bertemu Basuni, seorang makelar yang mengaku bekerja sama dengan Konawi dan Slamet, oknum pengelola aset PT KAI. Basuni menawarkan pengelolaan aset di Simpang Lima Pasar Baru Lumajang dengan biaya “administrasi” Rp75 juta. Setelah negosiasi, Zeki menyepakati pembayaran Rp69 juta dalam tiga tahap: Rp9 juta tunai dan dua kali transfer sebesar Rp10 juta dan Rp50 juta.
Puncaknya terjadi pada 29 Agustus 2023, saat Basuni memperkenalkan Zeki kepada Konawi, yang disebut-sebut sebagai “penjual aset PT KAI.” Namun, setelah pertemuan di kantor PT KAI Daop 9 dengan Slamet, Zeki hanya menerima dokumen sewa-menyewa yang ternyata tidak sah secara hukum.
“Dokumen tersebut penuh cacat hukum. Klien kami dirugikan karena biaya yang dibayarkan jauh melebihi tarif resmi PT KAI,” tegas kuasa hukum Zeki, Muhammad Akbar Umbu Nay, S.H., Kamis (09/01/2025).
Masalah semakin pelik ketika bangunan di lokasi tersebut sempat ditindak Satpol PP Lumajang pada awal 2024. Petugas menyatakan bahwa:
1. Mengganggu Traffic Light: Bangunan terlalu dekat dengan lampu lalu lintas, memicu kemacetan dan risiko kecelakaan.
2. Tidak Sesuai Estetika Kota: Lokasi dianggap tidak layak untuk pendirian bangunan.
3. Transaksi Penuh Manipulasi: Meski lokasi disewa secara normatif, terdapat praktik jual beli dengan nilai fantastis yang diduga ilegal.
“Bangunan ini tidak seharusnya berdiri. Namun, karena ulah oknum yang hanya mengejar keuntungan, aset ini tetap diperjualbelikan,” ungkap salah satu petugas Satpol PP.
Menyadari kondisi ini, Zeki mencoba meminta pengembalian uang kepada Basuni dan Konawi. Namun, hingga kini, proses tersebut terus dipersulit.
Kasus ini memunculkan berbagai dugaan kejahatan terorganisir, termasuk:
Pemalsuan Dokumen: Melanggar Pasal 263 KUHP.
Korupsi dan Gratifikasi: Diduga melibatkan oknum PT KAI dan pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Maladministrasi: Zeki tidak pernah membayar melalui Virtual Account resmi PT KAI. Semua proses ilegal diatur oleh Basuni.
“Aset ini sebenarnya bagian dari kerja sama PT KAI dengan DLH. Tapi malah dijadikan ajang transaksi ilegal dengan nilai fantastis,” ungkap Akbar.
Tak ingin diam, Zeki dan tim kuasa hukumnya siap membawa kasus ini ke tingkat nasional. Mereka akan melapor ke:
Menteri BUMN, KPK, Ombudsman RI, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Polda Jawa Timur, PT KAI Pusat dan DPR RI Komisi III.
“Kami ingin praktik mafia aset ini dibongkar tuntas. Ini bukan hanya tentang kerugian klien kami, tetapi juga soal aset negara yang disalahgunakan untuk keuntungan pribadi,” tegas Akbar.
Zeki berharap jalur hukum yang ditempuhnya bisa mengungkap jaringan mafia aset di PT KAI Daop 9 Lumajang. Ia juga meminta uangnya segera dikembalikan.
“Saya hanya ingin hak saya kembali. Bangunan ini jelas bermasalah dari awal, tapi karena keserakahan beberapa pihak, saya jadi korban. Semoga tidak ada lagi orang yang tertipu seperti saya,” tutup Zeki. (bersambung)
(tim)
Tinggalkan Balasan