Kepala DKUPP Kota Probolinggo Fitriawati mengatakan, manajemen ritel merupakan sebuah proses perencanaan, pengelompokkan dan pengendalian sumber daya yang dimiliki perusahaan, sehingga perdagangan ritel barang dan jasa menjadi semakin lancar.
Toko pracangan, toko kelontong dan warung kecil yang umumnya bisa diakses oleh masyarakat, dikenal sebagai pusat perbelanjaan yang masih tradisional dan sebagai sebuah bisnis eceran, yang saat ini menghadapi kompetisi, di tengah gempuran menjamurnya bisnis ritel di Indonesia.
“(Di toko peracangan, toko kelontong dan warung kecil), pembeli tidak bisa mengambil barang-barang yang dibutuhkannya secara sendiri. Itu berbeda dengan toko ritel modern,” katanya.
Maka dari itu, lewat pemahaman sekaligus pengaplikasian manajemen ritel diharapkan para pemilik toko pracangan, toko kelontong dan warung, dapat tetap bersaing dengan ritel modern ataupun kompetitor lainnya, saat ini.
Di tengah kondisi perekonomian yang tidak menentu seperti sekarang ini, sebutnya, banyak orang yang mulai mencari penghasilan tambahan. “Selain tentunya untuk menambah penghasilan, langkah ini diambil sebagai preventif jika sewaktu-waktu terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja, red) oleh kantornya. Jadi nggak heran, kalau sekarang banyak yang berjualan makanan, minuman atau sekedar menjadi reseller di marketplace,” ujarnya.
Berdasarkan data di DKUPP Kota Probolinggo, pada tahun 2019 ada 6.000 orang pelaku UMKM. Lalu di masa pandemi, diantara UMKM tadi, banyak yang beralih ke pelaku usaha kecil, yang terdata sebanyak 19.000 orang. Saat semua berjalan di platform online, sebenarnya masih ada usaha offline yang menarik untuk dilakukan, karena profitnya cukup menjanjikan. “Usaha itu adalah membuka usaha toko kelontong. Karena modal yang diperlukan sebenarnya nggak terlalu besar, tapi cukup dengan perhitungan yang tepat,” terangnya.
Sementara itu, pakar olahan pangan UMKM yang juga owner pusat oleh-oleh yang terkenal di Jawa Timur, Le Ollena, Puguh priyo Sudibyo, mengatakan bahwa belakangan ini muncul anggapan hadirnya toko ritel modern membuat mati usaha kelontong.
“Banyak toko kelontong yang mulai ditinggalkan banyak orang, karena (toko ritel modern) lebih rapi, aman dan nyaman saja. Padahal kalau soal lengkap atau harga, jelas toko kelontong juaranya,” katanya.
Puguh mengharapkan agar warung kelontong maupun ritel modern dapat tumbuh berdampingan. ”Untuk itu, guna membuka kesempatan dalam bersaing, warung kelontong harus berubah menjadi lebih baik, salah satunya lewat pelatihan ini,” tutupnya.
Dalam pelatihan tersebut peserta diberikan materi rahasia seputar bagaimana menyusun produk, cara menawarkan barang dagangan dan membuat catatan sederhana barang masuk dan keluar, termasuk keuangan. Dan memanfaatkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bekerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah Jatim. (Sin)
Tinggalkan Balasan