Oleh: Sundahri*)
Bawang merah merupakan komoditas penting di Indonesia. Di Jawa Timur, penanaman komoditas tersebut seluas 41.506 ha pada tahun 2018 dan seluas 42.962 ha pada tahun 2019. Sedangkan tingkat pertumbuhan produksi bawang merah di provinsi ini sebesar 17% pada tahun 2018 (dibandingkan tahun 2017). Sedangkan pertumbuhannya pada tahun 2019 sebesar 407.877 ton, dengan pertumbuhan sebesar 11,13% dibandingkan tahun 2018. Adapun pada tahun 2020 sebesar 454.584 ton atau mengalami peningkatan sebesar 11,45% dibandingkan dengan produksi tahun 2019. Untuk itu, diperlukan upaya meningkatkan kesuburan tanah agar stabilitas pertumbuhan produksinya dari tahun ke tahun dapat terjaga.
Agar kesuburan tanah baik secara kimia, fisika dan biologis tetap terjaga dan untuk menghasilkan produk pertanian berkualitas, penggunaan pupuk organik sangat dianjurkan. Namun, pada pupuk organik, kadar N, P dan K pada umumnya sangat rendah. Selain itu, pada proses pengomposan atau fermentasi, seringkali unsur hara terutama nitrogen banyak hilang akibat menguap ke udara dalam bentuk ammonia (NH3). Kadar N yang rendah ini disebabkan adanya pelepasan N dalam bentuk NH3 pada proses pengomposan yang mencapai 60-70% (Dume dkk., 2021). Proses kehilangan N tersebut juga sering terjadi pada proses pengomposan kotoran ayam yang sebanarnya sudah dimulai pada saat kotoran tersebut keluar dari saluran pencernaan ayam.
Dalam sehari, seekor ayam menghasilkan rata-rata 55 gram kotoran (Kurniawati dan Krisnaningsih, 2021). Data populasi ayam pedaging nasional pada tahun 2021 mencapai 3,10 miliar ekor. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 2,91 miliar ekor (Ditjen PKH, 2021). Berdasarkan data tersebut, potensi produksi pupuk kompos yang dapat dihasilkan sebanyak 62 juta ton/tahun. Potensi yang begitu besar dapat menjadi jalan keluar bagi langka dan mahalnya harga pupuk sintetis akhir-akhir ini. Apalagi kotoran ayam mengandung N tertinggi dibandingkan dengan kotoran hewan atau jenis unggas lainnya. Menurut Patterson dan Adrizal (2005), kotoran ayam mengandung N total sebanyak 13-17 g/kg bahan kering, yang terdiri atas 60-75% berupa asam urat, 0-3% berupa N, 0-3% berupa amonia, dan 25-34% berupa protein tidak tercerna. Sebaliknya, jika kotoran ayam tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, justru akan menjadi limbah dan menjadi sumber polutan pencemaran udara akibat amoniak yang dilepaskannya.
Usaha menurunkan tingkat kehilangan N dapat menggunakan zeolit. Zeolit telah banyak dipergunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah baik secara fisik maupun secara kimiawi. Fungsi-fungsinya adalah sebagai bahan amelioran, soil conditioner (pemantap tanah), pembawa pupuk, pengontrol pelepasan ion NH4+ dan K+ (slow release fertilizer) dan menjaga kelembaban tanah. Selain itu, bahan tersebut dapat digunakan sebagai campuran pakan untuk mengurangi penyakit kembung pada unggas. Oleh karena itu, kita dapat memanipulasi pakan ayam dengan menggunakan feed additive tersebut agar dapat membantu mengurangi protein tidak tercerna yang merupakan penyebab tingginya hilangnya N dalam bentuk NH3 (Mondal dkk., 2021) termasuk pula pada litter agar lebih menekan kehilangan nitrogen pada kotoran ayam.
Biesek et al. (2022) menambahkan, zeolit dapat memperlambat laju pakan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan zat-zat makanan lebih besar dalam proses pencernaan pakan pada ternak non ruminansia. Pertukaran kation Na+ dengan NH4+ di duodenum yang menyebabkan proses deaminasi protein meningkat sehingga protein tidak tercerna yang dikeluarkan bersama ekskretapun akan berkurang. Menurut Andarini et al. (2022), zeolit dapat dibuat secara sintetis menggunakan lumpur lapindo yang kaya silika dan alumunium. Perlakuan penambahan zeolit Aclinop 2 kg/100 kg ransum dan penaburan zeolit 2,5 kg/m2 litter menunjukan rasio C/N tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Kamaludin, 2011). Pada penelitian Nikolakakis et al. (2013), meskipun menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata namun kandungan N pada litter mengalami kenaikan selaras dengan naiknya taraf pemberian zeolit.
Pada tanaman bawang merah hasil penelitian Budianto et al. (2015) menunjukkan, pemberian pupuk kotoran ayam dengan dosis 10 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi dan produksi umbi yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian dosis pupuk kotoran ayam lainnya. Berdasarkan pada uraian di atas maka penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas penggunaan zeolit pada pakan dan litter terhadap kualitas pupuk kompos kotoran ayam dalam upaya untuk meningkatkan produksi bawang merah.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis pupuk kotoran ayam dan dosis zeolit pada pakan dan litter ayam broiler berpengaruh signifikan atau efektif terutama dalam meningkatkan berat segar umbi dan berat kering umbi. Berdasarkan hasil uji laboratorium taraf dosis zeolit relatif juga dapat meningkatkan kandungan hara kompos kotoran ayam. Secara spesifik dapat disimpulkan bahwa dosis zeolit 1 kg per 100 kg pakan dengan 2,5 kg zeolit per m2 litter dan dosis kompos 20 ton/ha mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah varietas Bauji.
*) Penulis adalah Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jember
Tinggalkan Balasan