FAUZI “MENYANDERA” BUSYRO ?

Refleksi Politik Akhir Tahun 2022.

J. Faruk Abdillah *)

 

Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kapal di PT. Sumekar Lines yang terjadi di tahun 2019,  siapa sangka bisa mencuat di akhir 2022 ?  Publikpun berdebat dan menggiring-giring kasus itu hingga menjadi konstruksi pemikiran yang patut dijadikan telaah politik lokal.

Mantan Bupati Busyro  yang diperiksa dua kali di Kejaksaan Negeri Sumenep, membuat kasus itu bak kapuk tertiup angin garang. Tebarannya kian tak terukur dan sulit ditangkap serpihannya. Apalagi Kejaksaan  Negeri Sumenep  telah menetapkan 2 orang tersangka atas kasus tersebut ; dan kini menyasar calon tersangka lainnya yang konon ada di Batam. Bahkan bisa jadi menyasar nama Busyro.

Kasus ini  bak sebuah kebakaran besar dikampung yang padat penduduk dan bangunan rumah, semua panik dan  berusahan mencari selamat dengan caranya sendiri.   Namun jilatan api sudah kadung kemana-mana, melahap barang, kayu dan benda lainnya.

Kasus pengadaan kapal ditahun 2019 itu,  dipastikan  Busyro dan Fauzi tau dan mengerti ;  bahwa  ada resiko yang akan terjadi jika tidak diselesaikan dalam jabatannya.  Tapi kenapa mereka  tidak mau menyesaikan kasus itu  hingga ahir masa  jabatan mereka sebagai bupati dan wakil bupati ?

Memang menjadi tanda tanya besar mengapa Busyro dan Fauzi tak perduli atas kasus didalam masa jabatannya itu.

Alpakah mereka ?

Sengajakah  mereka ?

Lalu siapakah  yang sengaja memendam kasus kapal itu menjadi  bara dalam batu bara ?

Dalam theory  konspirasi  ( persekongkolan atau komplotan ) ; adalah  cara-cara  menghimpun,  mengumpulkan kelemahan ’lawan’ politik ( Busyro dari kubu PKB – Fauzi dari kubu PDIP ) ; kemudian digunakan untuk memenangkan politik dalam jangka panjang.

Dan hal  itu kini menjadi trend politik di Indonesia. Misalnya kasus PPP yang berbasis pendukung muslim,  ternyata  mendukung Ahok dalam Pilgub DKI, seperti yang dilakukan Romahurmuziy, Ketum PPP sebelum dijebloskan ke rutan oleh KPK. Begitu pula dengan  PAN yang  ‘berdarah biru  Muhammadiyah’, dukungannya ke Pilpres berbeda dengan arus dukungan warga Muhammadiyah, yang konon karena Zulkifli Hasan Ketum PAN tersandera kasus  suap alih fungsi hutan tahun 2020.

Dan publikpun  mulai menerka-nerka dengan  analisisnya yang  beda-beda  dari warung kopi hingga di café ;  ada apa dengan  kasus kapal itu PT Sumekar Lines itu ?   Lalu saya tertarik untuk mengotak-atik analisis mereka  dan menyimpulkan secara sederhana.

Analisis Pertama :   Kecendrungan koalisi  PKB dan PDIP pada pilkada 2024 tidak akan pernah terjadi  lagi di pilkada 2024. Setelah pilkada 2020 PKB ditekut PDIP dengan cara dipermalukan.   Tak mungkin pada pilkada 2024  PKB  menjadi penonton di lumbung suaranya yang mayoritas.  Pengalaman pahit  dan   gigit jari diluar pemerintahan  adalah  tangisan panjang politik warga PKB dan para elitnya. Mereka tentu telah merasakan ‘aibnya’ tidak menguasai tahta singgasana Pendopo Agung Sumenep.

Analisis  Kedua  :   Bursa calon kuat bupati dari PKB yang hingga kini tetap  eksis hanyalah Fitri Busyro. Sebab sepanjang ia menjadi anggota DPRD Jatim, tentu telah ‘membasahi’ Sumenep dengan berbagai program manis dan secantik pribadinya,  sehingga namanya moncer ditengah masyarakat Sumenep.   Dan catatan pentingnya ;  Fitri nyaris tak terdengar diterpa  kasus dan isue tak sedap. Ia tergolong politis kinclong  dibandingkan politisi lainnya di dalam PKB dan di luar PKB

Analisis Ketiga :  Mantan Bupati Busyro  hingga kini masih menjadi panutan publik Sumenep, setidaknya mantan pendukungnya akan tetap searah dan se-selera politik Busyro.  Apalagi ia seorang kiai  yang menjadi panutan  ribuan santrinya.      Maka wajah politik  Busyroh tetap memancar pada sosok  Fitri untuk terus  melenggang menjadi kandidat calon  bupati pada pilkada 2024 ;   Hal ini akan menjadi  ancaman dan bencana  besar bagi Fauzi, jika Fitri didorong maju di Pilkada Sumenep 2024. Apalagi  Busyro dan Cak Imin punya hubungan khusus.  Maka sebesar apapun  dana pilkada Fauzi, diduga  tak akan mampu memenangkan Pilkada 2024.

Dalam kasus munculnya penyidikan pengadaan kapal tahun 2019 yang menyeret nama Busyro, tak sedikit alur pemikiran bahwa ;   ada dugaan  ‘ jebakan & skenario ‘ Fauzi  untuk menjerat  Busyro mendukung  dirinya?

Apakah Busyro ikhlas untuk masuk dugaan  ‘jebakan & Skenario’  Fauzi ;  dengan menyerahkan Fitri sebagai calon wakil bupati Fauzi  dalam pilkada Sumenep 2024 dan melawan kehendak mayoritas kiai yang menghendaki  Bupati Sumenep dari kalangan PKB dan NU ?

Dengan  kompensasi   dirinya aman dari jerat hukum ?

Lalu seberapa besar jiwa petarung   Busyro melawan  dugaan ‘jebakan & Skenario’ Fauzi ?

“ Memang tak mudah mengurai kasus ini secara jernih :   Sebab hukum dan politik hari ini penuh dengan berragam konspirasi dan transaksional. Siapapun bisa menyadera orang dengan kasus dan uang. “ ujar  sahabat saya tanpa ekspresi,  sambil mengepulkan asap rokok durno yang dibelinya dari sales keliling.

*) Penulis adalah Wartawan Senior, Pengacara Posbantuan Hukum, Ketua DPC Perkumpulan Advokat Indonesia ( PERADIN ) Sumenep, Koordinator  Jaringan Relawan Nasional ( JARNAS ) Anies Baswedan  Madura Raya.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *