ForumNusantaraNews.com (Situbondo/09/08/2024) Desa Gunung Malang, Kecamatan Suboh, Kabupaten Situbondo dengan populasi 3.166 jiwa dapat menghasilkan sampah sekitar 1 ton/hari. Sebagian besar terdiri dari sampah organik yang berasal dari limbah rumah tangga dan pertanian. Selama ini, sebagian besar sampah tersebut dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa pengolahan lebih lanjut. Hal ini menyebabkan berbagai masalah lingkungan seperti peningkatan emisi gas rumah kaca dan bau tidak sedap (pencemaran udara), pencemaran air dan pencemaran tanah serta mengurangi keindahan lingkungan.
Melihat kondisi ini, tim mahasiswa KKN UMD 220 Universitas Jember menginisiasi program pengolahan sampah organik menjadi produk yang bermanfaat. Produk tersebut berupa pupuk organik cair berbasis eco-enzyme dan mikroorganisme lokal (MOL). “Kami melihat ada potensi besar untuk mengubah sampah organik menjadi sesuatu yang bernilai. Selain mengurangi volume sampah, produk-produk ini juga bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” ujar Najwatul Aini.
Mayoritas masyarakat Desa Gunung Malang yang bekerja sebagai petani juga menjadi latar belakang pembuatan eco-enzim dan MOL (mikro-organisme lokal) ini. Harapannya nanti produk yang dihasilkan mampu membantu masyarakat Desa Gunung Malang di bidang pertanian terutama dalam pemenuhan kebutuhan pupuk yang relatif mahal.
Tim mahasiswa KKN mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait pengenalan pupuk organik inovatif zero-waste ini diselenggarakan pada Rabu (7/8) di Balai Desa Gunung Malang. Acara tersebut dihadiri oleh puluhan warga dari berbagai kalangan seperti perangkat desa, pihak Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan perwakilan kelompok tani yang ada di Desa Gunung Malang. Pada acara sosialisasi ini tim KKN bekerja sama dengan beberapa pihak yang memang ahli dalam bidang pertanian dan eco-enzyme. Untuk materi MOL disampaikan oleh dosen Fakultas Pertanian Universitas Jember, Ir. Sundahri, PGDip.Agr.Sc., M.P., yang mana beliau beberapa kali telah melakukan riset tentang pemanfaatan mikroba pada perkecambahan benih, terutama Plant Growth Promoting Rizhobacteria (PGPR). Sedangkan untuk materi eco-enzyme disampaikan oleh Hadi Eko Winarto. Pak Hadi adalah ahli gizi yang telah melakukan berbagai penelitian Eco-Enzyme. Beliau juga telah menekuni bidang ini selama puluhan tahun.
Dalam sosialisasi ini, peserta diajarkan dua metode utama pengolahan sampah organik. Pertama, pembuatan eco-enzyme berasal dari sisa buah-buahan dan sayuran. Proses ini melibatkan fermentasi bahan organik dengan gula dan air selama beberapa minggu. Hasil akhirnya adalah cairan serbaguna yang dapat digunakan sebagai pupuk cair untuk tanaman, pengendali hama tanaman, nutrisi untuk ternak dan bahkan untuk pembersih alami. Metode kedua yang diperkenalkan adalah pembuatan mikroorganisme lokal dari akar bambu dan putri malu yang banyak diperoleh di Desa Gunung Malang. MOL ini berfungsi sebagai biofertililizer, biostimulan, dan bioprotektan. Jadi, MOL dapat digunakan sumber nutrisi, pengatur tumbuh serta pengendali hama dan penyakit tanaman.
Antusiasme warga terlihat jelas selama acara berlangsung dimana banyak peserta yang aktif bertanya. Beberapa warga bahkan menyatakan kesiapan mereka untuk langsung mempraktikkan metode ini di rumah masing-masing.
Melihat kesuksesan program ini, pemerintah Desa Gunung Malang berencana untuk melanjutkan dan memperluas cakupannya. Mereka telah menyusun rencana tindak lanjut yang komprehensif. Dalam waktu dekat, desa akan membentuk bank sampah yang akan memfasilitasi pengumpulan dan pemilahan sampah organik dan anorganik. Lebih jauh, pihak BUMDes memiliki wacana untuk mengemas eco-enzim dan MOL dalam skala yang lebih besar untuk dipasarkan ke daerah lain sehingga bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi Desa Gunung Malang.
Program KKN UMD 220 Universitas Jember di Desa Gunung Malang telah membuktikan bahwa dengan pendekatan yang tepat, masalah sampah dapat diubah menjadi peluang. Lebih dari sekadar mengurangi sampah, program ini telah memberdayakan masyarakat, menciptakan lapangan kerja baru, dan membuka jalan menuju ekonomi sirkular di tingkat desa.
Tinggalkan Balasan