Catatan : J. FARUK ABDILLAH *)
Kokok ayam selalu menjadi pertanda datangnya Lazuardi pagi ; dan lolong anjing pertanda masa masih di puncak malam. Allah penggerak alam semesta ini, begitu indah merencanakan waktu ke waktu dengan super sistymatis.
Negara adalah kesatuan sistymatika dalam alam raya ini, tidak bisa memungkiri bahwa tanda-tanda itu sebagai i’tibar bagi penyelengaraan negara yang baik. Artinya memberi tanda-tanda itu penting untuk sebuah peristiwa keummatan.
APBD Sumenep 2022 yang akan digeber Bupati Sumenep Ach. Fauzi di tahun 2022, belum terasa terompetnya, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang gaduh dan tarik menarik memenuhi halaman media. Tak jarang, mereka sama-sama menunjukkan kegagahannya dan angkuh-angkuhan antara Legislatif dan Eksekutif.
Muntahan perbedaan itu, kemudian menjadi buah bibir; dan terkuaklah program apa saja yang termuat di APBD – yang digeber untuk rakyat Sumenep kedepan.
Namun memperhatikan sepajang tahun 2021; dinamika APBD 2022 itu nyaris tak terdengar kegaduhanya. Artinya APBD Sumenep 2022 berjalan licin.
“ Jek la mere atok kotok bro. Ye tak kera enger pole “ ujar salah seorang aktivis Sumenep.
Mulanya saya menampik alasan itu, namun ternyata bulan Juli lalu sudah masuk pada nota penjelasan bupati. Dan dalam nota rancangan APBD 2022 itu istimasi kekuatan belanja daerah Rp 2,6 triliun – yang nantinya dipakai untuk membiayai kebutuhan pegawai Rp 1,1 triliun, belanja barang dan jasa Rp 564,5 miliar, Rp 16,7 miliar untuk belanja hibah dan Rp 140,6 miliar untuk belanja bantuan sosial. Selebihnya untuk cadangan dan lain-lain.
Angka – angka ini menunjukkan lemahnya pergerakan bupati Fauzi ditahun 2022 untuk bisa melayani rakyatnya. Jumlah Hibah yang hanya Rp 140,6 miliar dan bansos hanya Rp 16,7 miliar. Tentu bagi penduduk Sumenep yang berjumlah 1.124.436 jiwa ; dengan luas wilayah 2.093,47 km2, terasa sangat tidak memungkinkan bisa ‘melayani’.
Total anggaran yang turun kemasyarakat langsung berupa : dana hibah Rp 140,6 milyar ditambah dana sosial Rp 16,7 miliar, total berjumlahnya = Rp 157, 2 miliar.
Adakah warga Sumenep yang mengerti dengan maksud angka-angka ini ?
Jika dana sosial dan hibah ditambahkan dengan belanja barang jasa yang berjumlah Rp 564,5 miliar, maka total anggaran yang akan dinikmati masyarakat Sumenep secara langsung berjumlah Rp 721,7 miliar. Jumplang jika di ukur dengan anggaran untuk beaya pegawai ( Rp 1.1triliun )
Maknanya beaya para pelayan rakyat itu, ternyata lebih besar beayanya dari yang diterima rakyatnya. Hem……, adakah yang salah ?
Siapapun yang menjadi bupati dalam komposisi keuangan yang sangat lemah, tentulah bukan perkara kecil untuk membuat rakyat sejahtera.
Apalagi aneka problem sebagai kabupaten yang memiliki pulau-pulau kecil yang lebih dari seratus pulau ; adalah ‘hantu’ yang berdendang disiang bolong.
Pusingkah Sang Bupati…?
Sebagai bupati muda dan sarat pengalaman di Jakarta, mestinya tak perlu galau dengan komposisi keuangan seperti ini. Jika Sumenep masih mendapat kepercayaan pemerintah pusat dalam melaksanakan missi pembangunan, sesungguhnya kali inilah peluang terbesar yang akan terjadi sepanjang sejarah Sumenep.
Berkuasanya PDIP di pemerintahan pusat ; dengan memiliki Presiden dari partainya, koalisi besar, Ketua DPR RI, mentri, Ketua Banggar, pemimpin partai mayoritas ; dan Sang bupati muda adalah ketua DPC PDIP Sumenep; inilah sesungguhnya momentum awal kejayaan Sumenep. Saya membayangkan ‘potret rupa Sumenep’ kedepan yang akan di ‘operasi dan dipoles’ besar-besaran oleh ‘tangan kekar’ Bupati Fauzi.
Namun bayangan ini kadang ‘redup’ di benak saya ; ketika sekilas membaca APBD 2022 yang minimalis. Harapan itu masih tetap ada, walau seperti berharap deru debu kemarau panjang jalanan- yang tertiup angin sakau.
22 tahun reformasi bergulir, mulut rakyat menganga untuk mendapatkan kesejahteraan dan kemajuan, namun harapan itu tak bisa mereka tuai. Teriakan dan tangis mereka ditelan mulut lebar para ‘’begundal’’ yang hanya berpihak pada perutnya sendiri dan oligarki.
Berulang ulang-ulang kali problematika suara di media dan medsos tentang Sumenep yang tertinggal, miskin dan miris ; nyaring di suarakan. Tulisan dan komentar mereka sangat tajam menebas kesemua arah. Bak cerita Pedang Naga Puspa dalam serial sandiwara radio Brama Kumbara.
Aneh memang, hingga kini tak ada ‘tangkisan’ yang bisa dilakukan bupati dan tim-tim ahlinya. bisa jadi karena panik, tak punya cara lagi untuk menangkisnya atau mereka memang sudah ‘letoy’ tak berdaya.
Dan yang lebih parah lagi; jika ternyata Bupati Fauzi sudah ditinggal pergi oleh para pendukung dan birokratnya. Naudzubillah………!!!
Saya dan warga Sumenep tentu masih tetap berharap ; Bupati Fauzi tidak kehilangan momentum penting ini, dengan cara merombak tata kelola pemerintahannya lebih serius dan memilih pendampingnya yang mengerti dan piawai tentang Sumenep.
Jika tidak ; maka ‘ pembantaian’ atas dirinya akan terus menerus terjadi ; hingga kehilangan mahkota singgasananya. Maka terburailah air mata penyesalan yang akan terbawa kedalam ‘’kubur’’ kelak.
*) Penulis adalah Wartawan Senior. Kini Advokat Pos Bantuan Hukum. Ketua DPC Perkumpulan Advokat Indonesia ( PERADIN ) Sumenep. Berdomisili di Surabaya.
Tinggalkan Balasan