Catatan J. FARUK ABDILLAH *)
Peta politik Sumenep, mungkin di bulan Nopember tahun ini mulai berubah. Rasan-rasan dikalangan politisi papan atas Kota Sumenep kini sudah berderit panjang, mirip dengan gesekan antar batang-batang bambu yang dihembus angin kencang, tiada henti, saut menyaut, sambung-menyambung dari bunyi derit batang bambu yang satu dengan batang bambu lainnya, bak konser simpony.
Terpilihnya putra mahkota Ponpes Aqidah Usymuni K. Lukmanul Hakim sebagai ketua DPD Golkar Sumenep yang juga Putra Wabub Nyai Dewi Khalifah ( Nyai Eva ), menjadi gong penutup tahun politik 2021.
Lukmanul Hakim yang terlahir di lingkungan ponpes, tergolong ‘satria’ yang dilahirkan dirumah politik yang kokoh. Bundanya Nyai Eva punya nama besar di Muslimat NU, pentas pilkada, berkawan dekat dengan tokoh-tokoh NU, Gubenur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Kiyai,Nyai NU yang punya hubungan historis dengan KH. Usymuni dan KH. Zainal Arifin, ulama kesohor di Madura.
Ayahnya KH. Syafraji, puluhan tahun memimpin MUI Sumenep dan berhasil membuka puluhan jaringan diberbagai pelosok desa dengan ratusan kiai muda yang direkrutnya dari berbagai komponen kekuatan.
Darah yang mengalir dalam diri K. Lukmanul Hakim ; tentulah darah biru tulen Nahdlatul Ulama, modal kuat dalam mewujudkan Hisbul wathan Minal Imam.
Golkar sebagai kekuatan politik yang dilahirkan ORBA masih sangat piawai dan berhasil merekrut K. Lukmanul Hakim sebagai ketua DPD Golkar lewatmodel operasi senyap; tiba-tiba muncul nama putra mahkota PP Aqidah Usymuni.
Operasi politik seperti ini, kerap dimainkan di zaman Orba dengan melahirkan tokoh-tokoh diluar kader partai, lalu menjadikan sebagai Ketum, misalnya saja di DPP PDI, tiba-tiba muncul nama Sunawar Sukowati ( 1981-1978 ), yang aslinya seorang birokrat.
Rupanya operasi politik gaya-gaya Orde Baru masih sangat up to date dirangkai dalam peristiwa politik hari ini. Dan hasilnya dari waktu ke waktu cukup memukau.
Operasi Golkar Sumenep kali ini, cukup beralasan, sebab hari ini Golkar tidak punya kursi di DPRD Sumenep, peristiwa politik paling tragis dalam sejarah Golkar di Sumenep.
Merekrut K. Lukmanul Hakim sebagai Ketua Golkar, bukanlah peristiwa kebetulan. Saya punya keyakinan ini operasi politik Golkar tingkat Nasional, yang tidak hanya tertuju untuk politik Golkar di Sumenep.
Membaca dan menyandingkan gerakan ulama Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan kali ini, setelah KH. Ma’ruf Amien berada di panggung wakil Presiden RI, Yaqut di kursi Menag, KH. Aqil Siraj di Komisaris perusahaan plat merah. Berbagai kajian memunculkan analisis, bahwa tokoh dan massa NU; baik yang berada partai politik dan diluar partai, kini mulai bergerak untuk memerankan diri menggapai cita-cita ulama pendiri NU. Hisbul wathan minal Iman.
Peran besar Massa NU di NKRI memang tidak bisa dipungkiri, dilembaga formal dan informal yang penuh sesak dengan dinamika mereka dalam mengkokohkan cita-cita pendiri NU. Eksisnya Muslimat, Fatayat, IPNU,IPPNU,Ansor, Banser, Perguru dan Banon NU lainnya. Tentu sangat memudahkan dalam merebut panggung politik di NKRI. Dan itu sah-sah saja jika dalam koridor konstitusi.
Tampilnya Bupati yang berakar dari warga tulen NU di banyak Kota/Kabupaten dan Propinsi. Hari ini menjadi kampanye tersebunyi untuk lebih meluaskan wilayah kekuasaan. Pernyataan Ketum PB NU Prof. Dr. KH. Aqil Siraj yang menyatakan bahwa : “ Jabatan Agama yang berperan NU, Kalau nggak, Nanti Salah”. Ini adalah isyarah kuat bahwa NU mulai menajamkan missinya di NKRI.
Apalagi NU Sumenep kali ini terampas hak-haknya di pilkada lalu, dengan tidak munculnya warga NU sebagai kandidat Calon Bupati di Sumenep. Tragis, sebuah kecelakaan yang patut ditangisi dengan sesegukan.
Nyai Eva sungguh mendapat angin segar ketika Ketua DPD Golkar jatuh kepada putra mahkotanya. Kendaran besar politik yang digawangi oleh banyak tokoh politik berpengalaman dan tajir. Insya Allah ini peran serius Ir. Ridwan Hisyam yangmemilki ikatan kuat dengan warga Sumenep. Dan ia dikenal sangat cerdas dalam mengolah peta politik Sumenep yang akan datangdalam rangka untuk mengkuningkan kembali Bumi Wiraraja.
Pantas diduga, pilkada 2024 Nyai Eva akan meninggalkan Akh. Fauzi yang kini menjadi Bupati Sumenep. Ia akan menyusul sahabat-sahabatnya, seperti Nyai MundjidahWahab ( Bupati Jombang ), Khofifah Indar Parawansah ( Gubenur Jatim ). Ketiganya adalah aktivis wanita NU yang memiliki kedekatan khusus dan saling menyokong. Mustahil jika kini ada peluang besar, Nyai Eva masih tertidur pulas. Meski banyak diketahui, gerakan Cucu KH. Usymuni itu ‘lahap’ mendatangi undangan pertemuan dan pengajian hingga kepulau Arjasa.
Dukungan aktivis Muslimat,Fatayat, Ansor,Banser, IPNU,IPPNU, Perguru dan banon lainnya, diyakini tidak akan tolah toleh lagi memberi dukungan terahadap Nyai Eva.Sebab jika peluang hari ini dibiarkan lenyap menguap ; maka warga Nahdliyin akan jatuh tersungkur lebih dalam dan kian hilang harapan. Karena hari ini yang punya peluang besar hanya dia berada di puncak jabatan tertinggi di Pemkab Sumenep.
Bupati Akh. Fauzi, wajib berhitung cermat,cerdas dan cepat. Sebab partainya PDIP dan gerbong partai koalisinya- yang menurut saya tidak solid. Berbagai kabar tak sedap lainnya kerap menyeruak kepermukaan. Dikabarkan Fauzie jalan sendiri dalam menjalankan kebijakan politiknya. Kekecewaan lainnya juga terdengar dari skoci politik yang mengaku menjadi pendukungnya. Maka jika hal ini tidak dibenahi super cepat, tahun politik ini akan menjadi ‘badai’bagi masa kedepan politik Akh. Fauzi.
Munculnya unjuk-rasa sambung menyambung dan kian maraknya upaya mendongkel kembali kasus Corporate Social Responsbility (CSR) Migas Sumenep oleh pegiat sosial dan dimunculkannya angka kemiskinan ; fakta bahwa adanya arah angin busuk yang ditiupkanuntuk masa depan politik Fauzi.Sayangnya tim khusus yang mendampingi Fauzi belum mampu memberi jawaban setara dan membiarkan isue-isue terbang liar keruang publik yang makin luas dan masive.
Tulisan Opini Malik Effendi di media on line beberapa waktu lalu memancing letupan baru untuk menghantam kasus-kasus lama yang bisa bangkit dari kuburnya. Sehingga tak sedikit yang berupaya kembali menggali reruntuhan kasus-kasus itu, walau tidak mudah dan butuh amunisi dari yang terekam dan terdokumentasi secara sah berdasarkan hukum dan perundang-undangan. Tapi bukan berarti tidak bisa kan…?
Bagi Nyai Eva tentu hal ini menjadi pertimbangan berat untuk bisa maju kembali bersama Fauzi dalam situasi politik yang tidak menguntungkan dirinya ; apalagi ditengah arah dukungan politik dan massa NU yang melimpah pada dirinya.
Maka jika ‘cerai’ dengan Fauzi menjadi pilihan Nyai Eva, ‘tertekuklah dan menjadi lumat’ karier politik Akh. Fauzi. Dan Kaisar Kiasa Kasih Said Putra, puta mahkota MH. Said Abdullah, yang kini menjadi Bendahara Umum DPP BMI, bisa jadi Kaisar yang akan didorong memasuki pertarungan di Pilkada 2024. Karena ia lebih fress, sangat populer dan belum terkontaminasi konflik-konflik politik dengan masyarakat Sumenep serta tak berresiko.
Pastilah Bos MH. Said Abdullah mengkalkulasi dengan kalkulator politik secara realistis. Sebagai politisi “gaek”, saya yakin ia sudah menyiapkan ‘Emergency Exit’ untuk semua itu.
Bagaimana Fauzi menjawab tantangan dan serangan kali ini ? Tentu tak cukup dijawab dengan senyum manisnya.
*) Penulis adalah :Wartawan Senior. Pengacara Bantuan Hukum. Ketua DPC. Perkumpulan Advokat Indoensia ( PERADIN ) Sumenep. Domisili di Surabaya.
Tinggalkan Balasan