JAKARTA, ForumNusantaraNews – Selalu menarik untuk melihat dan membahas bagaimana pengalaman masa kecil seorang tokoh, terutama ketika dia kelak menjelma menjadi seorang pemimpin bangsanya. Pada otobiografinya, Sukarno pernah merefleksikan masa kecilnya dan memaknainya sendiri.
Tanda beliau sebagai calon orang besar sudah sudah tampak sejak kelahirannya. Bahwa dalam kepercayaan orang Jawa seorang bayi yang terlahir berbarengan dengan kejadian tertentu bisa di dibaca garis nasibnya. Hal ini diungkapkan oleh Roso Daras, seorang wartawan senior dan penulis buku “Total Bung Karno”, pada acara Talk show dan music yang digelar oleh Badan kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan pada Rabu 2 Juni 2021.
“Bung Karno lahir bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud, dimaknai sebagai akan lahirnya calon orang besar. Yang kedua ia lahir pada saat fajar merekah, itu pula yang membuat ia dijuluki sebagai putra sang fajar, pada masyarakat Jawa kalau ada bayi yang lahir saat fajar merekah takdirnya sudah ditentukan,” jelas Daras.
Soekarno pada masa kecil sering sakit-sakitan. Ia pernah menderita penyakit berturut-turut, seperti tifus, disentri, dan malaria yang berujung pada penggantian namanya dari Kusno menjadi Karno.
Penggantian nama Kusno menjadi Karno pun memberi satu mitos dalam diri Soekarno kecil tentang dirinya sebagai calon pejuang dan pahlawan bangsanya. Karno (Karna) merupakan nama seorang tokoh pewayangan putra Kunti yang berpihak pada Kurawa demi balas budi dan kewajiban membela negara yang menghidupinya.
Dalam mahabharata, dikisahkan bahwa Karno adalah satu raja Adipati dari kerajaan ngawangga. Tokoh ini di gambarkan masih memiliki hubungan darah dengan kelima tokoh Pandawa. Pemberani dan memiliki kemauan yang keras, demikian sifat karakter ini. Sementara awalan “Su-” sendiri adalah suatu yang umum dalam penamaan masyarakat Jawa kala itu. Menurut Daras, nama Soekarno berarti kesatria yang penuh dengan kebaikan. Mulai saat itulah perjalanan Kusno dengan nama barunya di mulai.
“Terlahir dengan nama Kusno yang sakit-sakitan, kemudian kekenya yang menamainya dengan Karno. Karno itu merupakan nama pahlawan astina yang sangat sakti dan membela kebenaran. “su” itu baik, supaya menginspirasi kebaikan tokoh Karno dalam dunia pewayangan Mahabharata,” lanjut Daras.
Selain itu, di lingkungan sekolah ia harus berhadapan dengan anak-anak Belanda yang sudah terbiasa memandang lemah pribumi. Kusno kecil pada jaman dahulu selalu mendapat bully-an, namun lucunya ketika berkelahi dengan anak-anak Belanda, Kusno kecil selalu menang.
“Dalam bukunya Cindy Adam dituliskan bahwa Soekarno kecil selalu melawan bully-an yang ia dapatkan dari para anak Belanda, ia juga selalu membela kawannya yang sesama pribumi yang mendapatkan bullyan serupa, ini menunjukkan bahwa Soekarno sejak kecil sudah memiliki rasa setia kawan yang tinggi, hal ini juga sudah menunjukkan bagaimana sifat kepemimpinan Soekarno sudah tertanam sejak ia masa kanak-kanak,” jelas Daras.
Kemudian Jurnalis senior itu menjelaskan sikap Soekarno kecil yang perlu di teladani adalah ketika ia hendak pergi berangkat ke sekolah Soekarno selalu meminta doa restu Ibunya sebelum berangkat pergi. Hal semacam ini sudah sangat langka bahkan bisa dibilang unik untuk jaman sekarang, namun begitulah kenyataan bung Karno ketika ia meminta restu Ibunya dalam perjuangannya menuntut ilmu.
“Bung Karno ketika akan berangkat pergi sekolah Ia selalu meminta restu Ibunya dengan cara yang bisa dibulang unik yaitu Soekarno berbaring di tanah kemudian ibunya akan melangkahi tubuh Soekarno yang sedang berbaring sebagai bentuk restu sepenuhnya Bung Karno pergi untuk mengenyam pendidikan,” pungkas Daras.
Program ‘Talkshow & Musik’ BKNP PDIP dengan tema besar ‘Bung Karno Series’ hadir setiap hari pada bulan Juni pukul 16.30 WIB, tayang selama satu bulan penuh, dan dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat. (Red.)