Surabaya, Forumnusantaranews.com – Kebijakan Direktur Perusahan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Surabaya, memindahkan unit Pemotongan Sapi Rumah Potong Hewan (RPH) Kedurus ke RPH Pegirian. Mendapatkan respon serius dari pengguna Jasa RPH atau yang lebih dikenal dengan jagal.
Jagal tersebut, tergabung dalam Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Jawa Timur (PPSDS Jatim).
Dalam rapat sosialisasi perpindahan unit RPH Kedurus, ke RPH Pegirian yang dilaksanakan pada hari Senin, (5/09). Jagal menolak dipindahkan karena alasan Direktur PD RPH dinilai tidak masuk akal.
“Kalau alasannya efisiensi, dan efektifitas gaji karyawan dan operasional yang tinggi, maka yang seharusnya ditutup adalah PD RPH Pegirian. Karena oprasional dan gaji karyawan lebih tinggi dari RPH Kedurus.” tegas Ketua PPSDS Jatim, Muthowif melalui keterangan tertulisnya yang diterima Mili.id
Ia mencotohkan, beban biaya listrik RPH Kedurus, dalam kalkukasinya hanya 4 juta, sedangkan pemasukan dari jasa potongan setiap bulan sekitar Rp 82.500,000,-
Apalagi, ungkap dia, RPH Pegirian ada pemotongan babi dalam satu area tanpa ada jarak. “Padahal seharusnya menurut aturannya yang berlaku jarak pemotongan sapi dan babi minimal berjarak 20 meter.” bebernya.
Muthowif memaparkan, dari segi lingkungan, RPH Pegirian berada dilingkungan keramaian dan padat pendukuk, dan dekat makam Wali Allah (Sunan Ampel).
Ia menilai, hal ini kurang pantas atau tidak etis, ketika orang-orang ingin ziarah disuguhi lingkungan atau aroma yang kurang bagus.
“(Begitu pula), dari segi kualitas daging, temen-temen jagal RPH Kedurus lebih baik, karena sapi-sapi yang dipotong di RPH Kedurus adalah sapi jantan,” urainya.
“Sehingga dagingnya bagus sesuai dengan aturan pemerintah. Menjadi lucu bagi saya masak yang sudah budayanya bagus disuruh mengikuti yang kurang bagus.” tutur mantan pengurus koordinator cabang (PKC) PMII Jatim ini.
Dari segi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), urai Muthowif, RPH Kedurus ada masalah. Maka masalah ini menjadi tanggung Direktur PD RPH bagaimana memperbaikinya, bukan dilempar jadi tanggung pengguna jasa (jagal).
“Karena salah satu tanggungjawab komisaris bukan tanggung jawab mengguna jasa.” demikian tutup Muthowif (Slm)
Tinggalkan Balasan