Tim Pemenangan Paslon Bupati Lumajang Nomor 1 Laporkan Paslon Bupati Nomor 2 Ke Bawaslu Laporkan

LUMAJANG,Forumnusantaranews.com – Tim pemenangan Pasangan Calon (Paslon) 1 yang diwakili oleh Syamsudin Nabilah, Fanani SH, Syahwal Ali dan didampingi Wahyu Firman Afandi SH selaku kuasa hukum tim pemenangan Paslon 1 Cak Thoriq dan Ning Fika, telah resmi melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh tim paslon 2 kepada Bawaslu, Selasa (29/10/2024).

Laporan tersebut mencakup sejumlah dugaan pelanggaran kampanye yaitu kampanye ilegal yang dihadiri kurang lebih 12 kepala desa. Terkait dasar hukumnya sudah jelas di pasal 5 6 7 UU PKPU Nomor 13 tahun 2024 tentang pelaksanaan kampanye. Dalam hal ini, Syamsudin Nabilah selaku tim pemenangan paslon nomor 1 menyatakan, bahwa kegiatan pengajian umum di desa Kutorenon, kecamatan Sukodono diduga dihadiri beberapa kepala desa dan Lurah yang ikut di dalamnya.

“Padahal di undang-undang Pemilukada, bahwa ASN atau aparatur desa itu tidak boleh ikut berkampanye. Kalau memang ini pengajian umum, kenapa ini dihadiri paslon nomor urut 2. Dan juga, kenapa disitu hadir beberapa kepala desa dan Lurah ikut dalam politik praktis, padahal itu dilarang. Kami berharap kepada Bawaslu untuk melakukan pemanggilan terhadap mereka, para kepala desa dan ASN yang ikut terlibat di dalamnya”, ujar Syamsudin.

Juru bicara tim paslon 1, Fanani menyatakan bahwa tindakan tersebut merugikan keadilan dalam pemilihan dan menciptakan ketidaksetaraan di antara para peserta. Mereka (Tim Paslon 1) meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu segera menyelidiki kasus ini. “Yang terjadi di kampanye desa Kutorenon ini jelas-jelas melibatkan ASN dan kepala desa, di dalam pasal 189 UU PKPU tahun 2015 terkait dengan netralitas ASN atau keterlibatan ASN”, terang Fanani.

“Dalam pasal ini juga jelas menyebutkan bahwa calon Bupati, Walikota dan Gubernur, aparatur negara, TNI-POLRI, kemudian kepala desa, ASN sangat dilarang dalam undang-undang ini. Tidak boleh berkampanye membawa nama salah satu Paslon. Kalau misalnya ada pelanggaran, itu diatur dalam pasal 70 ayat 1 itu mendapat ganjaran pidana paling singkat 1 bulan, paling lama 6 bulan. Atau denda paling sedikit 600 ribu rupiah, paling banyak sampai 6 juta rupiah. Pada prinsipnya saya berharap Bawaslu dan KPU mampu bersikap jujur dan Adi dalam penindakan ataupun di pengawasan”, pungkas Fanani.

Kasus ini menjadi sorotan publik, dan diharapkan dapat segera diselesaikan agar pemilihan berlangsung secara adil dan transparan. (Jwo)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *