Makassar, forumnusantaranews.com
Fakultas Hukum Universitas Indonesia Timur (FH-UIT) kembali mengirimkan dua Tim Penelitinya untuk ikut terlibat ambil bagian dalam Webinar Internasional yang diinisiasi oleh Universitas Brawijaya,Malang.
Dalam kegiatan Webinar ini dengan mengusung Tema, “The Socio- Legal Joint Conference”
Sub tema : Resilience in The Time of Crisis : Justice, Access and Participation,
Adapun waktu pelaksanaan Rabu-Kamis, 10-11November 2021.
Sebagai pembicara utama Webinar ini (Keynote Speaker), Prof. Melissa Crouch dari University of New South Wales, Prof. Simon Butt dari University of University of Sydney, Prof. Yuzuru Shimada (Nagoya University), Dr. Ir. Jacqueline Vel dari Leiden University, Prof Tim Lindsey dari University of Melbourne, Prof. Adriaan Bedner dari Leiden University dan Dosen ternama dari kampus ternama di Indonesia, diantaranya ada Prof. Sigit Riyanto dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia, Dr. Imam Koeswahyono dari Universitas Brawijaya.
Pada webinar internasional melalui platform zoom ini dibagi menjadi 12 panel diskusi, dan perwakilan dosen dari Universitas Indonesia Timur berada di dua Panel yang sangat menarik, yaitu Panel 5 yang membahas isu Indonesian Criminal Justice System Response to the Pandemic dan Panel 10 yang membahas isu Challenges to Legal Education in A Changing Landscape.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia Timur menurunkan tim penelitinya yakni,
Tim 1. peneliti Andi Sri Rezky Wulandari.S.H.,M.H., Mira Nila Kusuma Dewi, S.H.,M.Kn.,LLM., dan Hj. Andi Rahma, S.H.,M.H.
Tim 2. Dr. Lisa Mery. S.H.,M.H.,
Dr. Patawari, S.Hi.,M.H. dan Syamsiar Arif, S.H.,M.H.
Webinar ini di mulai rabu 10/11/2021, Tim 1 dalam pemaparannya yang dipresentasikan oleh Mira Nila Kusuma Dewi dengan tema, “Criminal Justice System Response to The Pandemic” menyampaikan bahwa, “Makna keadilan adalah merupakan kesetaraan dalam ketidaksetaraan. Keadilan dalam kesetaraan maksudnya terdapat kebebasan (liberty) dan hak politik dasar yang sama bagi setiap manusia tanpa memandang kelebihan atau kekurang yang dimiliki, dimana kebebasan (liberty) dan hak politik disini tidak boleh dikurangi atau dikompensasikan dengan yang lain. Hal ini menjadi hal yang penting bagi Rawls terutama melihat pengalaman hidupnya ketika berkarir di militer salama perang dunia kedua.
Keadilan dalam ketidaksetaraan maksudnya terhadap individu tersebut berada pada posisi yang tidak beruntung akan mendapatkan keuntungan (benefit) yang lebih dari pada mereka yang beruntung. Ketidaksetaraan ini kemudian bukan berarti ketidaksetaraan dalam kesempatan (opportunity) karena akses terhadap posisi atau jabatan otoritas tersebut terbuka bagi semua.
Perjanjian kerja sangat melindungi pekerja terhadap keterlambatan pembayaran upah dalam wujud pengenaan denda apabila dimuat dalam perjanjian kerja. Meskipun Pasal 95 ayat 2 UU Ketenagakerjaan sebagaimana diubah dalam Pasal 88A ayat 6 UU Cipta Kerja yang intinya memuat aturan bahwa pengenaan denda terhadap pengusaha apabila terjadi keterlambatan pembayaran upah pekerja sudah menjadi keharusan walaupun tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja, namun Pasal 53 PP tentang Pengupahan sebagaimana diubah dalam Pasal 59 ayat 1 PP No. 36 Tahun 2021 yang intinya memuat aturan bahwa pengenaan denda hanya dapat diberlakukan apabila secara tegas dirumuskan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama.
Hal tersebut sebagaimana dibuktikan dalam putusan perkara PHI pertama sampai dengan perkara PHI keempat bahwa tuntutan membayar denda keterlambatan pembayaran upah ditolak karena tidak dirumuskan secara tegas dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Implikasi hukum atas kerterlambatan pembayaran upah pekerjayaitu menimbulkan perselisihan hubungan industrial, tidak terwujudnya prinsip keadilan dalam hubungan kerja dan menciderai kesejahteraan pekerja. Adapun upaya preventif yang dilakukan untuk mencegah terjadinya keterlambatan pembayaran upah pekerja yaitu optimalisasi pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.” Kata Mira
Sementara itu Tim 2 membahas dengan topik “The Dynamics of Cyberspace A Challenge of Legal Education to Build Consistency in Enforcement of Rules in Indonesia”, Kamis 11/11/2021, Yang di paparkan langsung oleh Dr. Lisa Mery, S.H.,M.H.,
“Yang intinya mengulas bahwa terdapat Bentuk Edukasi Hukum yang sesuai dalam pembahasan materi ajar ilmu hukum terkait Dunia maya atau internet yang sangat Progresif, khususnya pada Isu Kebocoran Data, Penyebaran Berita Palsu dan Ujaran Kebencian.
Kurikulum yang ideal bisa dikembangkan menyesuaikan dengan melihat aturan hukum terkait yaitu tentang Penyalahgunaan (Kebocoran) Data Pribadi, Informasi Palsu dan Ujaran Kebencian di Dunia Maya, tim riset juga memberikan masukan perlunya Sekolah Hukum untuk Masyarakat utk membangun kesadaran hukum, sesuai kurikulum Kampus Merdeka maka nantinya mahasiswa yang telah belajar di Fakultas Hukum UIT bisa menjadi bagian dari “agent of social controll” atau penyuluhan dan sosialisasi integratif. Perlu juga transformasi Pendidikan Hukum yang Konsisten untuk Menjawab Tantangan Masalah Hukum hal ini merupakan Kombinasi pendekatan Hukum Doktrinal dengan Sosio-Studi Empiris untuk Membentuk konsistensi Masyarakat Sadar Hukum.” Papar Dr. Lisa Mery
Dr. Lisa Mery S.H.,M.H., saat ditemui wartawan di Cafe Kopi Lain Hati jalan Sultan alauddin kota makassar disela-sela kegiatan Webinar ini mengatakan bahwa, “Serangkaian sesi presentasi yang intens selama dua hari, membuka jalan kerjasama antar universitas negeri dan swasta, dalam hal klinik hukum UGM dan Universitas Brawijaya, juga kemungkinan kolaborasi pada platform Hukumonline.com, momentum ini sangat berharga utamanya untuk dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Timur yang ingin mengembangkan kajian pada fokus Socio-Legal issues.”
Tinggalkan Balasan