UMKM Parujambe Bertransformasi Menjadi Poktan : Investigasi Mengungkap Sejumlah Dugaan Pelanggaran

Lumajang |forumnusantaranews.com
Sejak tahun 2019, usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Desa Parujambe, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang mulai menggeliat. Salah satu tokoh yang berperan aktif dalam pengembangan UMKM tersebut adalah Hariyanto. Seiring berjalannya waktu, tempat usaha yang awalnya berfokus pada UMKM berubah menjadi tempat kelompok tani (Poktan) dan kini menjadi wadah berbagai kegiatan pertanian di bawah naungan Gapoktan.

Namun, di balik transformasi tersebut, terdapat sejumlah hal yang luput dari perhatian publik, terutama terkait proses legalitas dan perubahan fungsi tempat UMKM menjadi Poktan. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari masyarakat dan hasil investigasi tim media, terdapat beberapa kejanggalan dalam proses perubahan tersebut.

Dalam wawancara, Kamis (5/09/2024) kepada media ini, Hariyanto menjelaskan bahwa pada tahun 2019 ia menerima anggaran bantuan dari pemerintah (Dinas Pertanian) untuk pengembangan UMKM, khususnya untuk pengolahan hasil pertanian. “Bantuan itu bukan untuk Poktan, melainkan untuk pengembangan UMKM saya. Awalnya, bantuan tersebut digunakan untuk mengolah tepung dan renovasi tempat dengan ukuran sekitar 3×4 meter,” ungkapnya.

Hariyanto mengungkapkan bahwa ia menerima bantuan sebesar 30 juta untuk renovasi, dan jika dihitung dengan semua alat-alat pembuatan tepung mencapai total 110 juta. Dari tempat Yang awalnya tiang di kasi asbes, kemudian tembok. Namun jumlah tersebut tidak cukup untuk membangun tempat yang layak. “Dengan anggaran Rp30 juta, saya harus swadaya dan menggunakan dana pribadi hingga total mencapai ± Rp1 miliar. Kini, bangunan tersebut digunakan untuk kegiatan Poktan dan usaha saya,” jelasnya.

Hariyanto menambahkan, bisa saja tempat yang sudah di renovasi tersebut diambil poktan, tapi haru di beli. “bisa, tempat ini di ambil poktan, tapi tuku en,” tegasnya.

Terkait legalitas Poktan, Hariyanto menyebutkan bahwa ada dua dinas yang terlibat, yaitu Dinas Pertanian Kabupaten dan Dinas Pertanian Provinsi. Namun, saat ditanya mengenai kelengkapan dokumen legalitas, jawabannya cenderung tidak jelas. “Koyok e ono,” ujar Hariyanto dengan nada yang seolah lugu. Dia juga menjelaskan bahwa dirinya hanya melanjutkan dari ketua Poktan sebelumnya, tanpa ada dokumen tertulis yang mendukung.

Hasil investigasi di lapangan menunjukkan adanya dugaan pelanggaran terkait perubahan status UMKM menjadi Poktan. Berikut beberapa dugaan pelanggaran yang ditemukan:

1. Aturan pendirian Poktan : Bangunan yang didirikan seharusnya dihibahkan kepada pemerintah, namun dalam kasus ini, bangunan megah tersebut masih menjadi milik pribadi Hariyanto.

2. Badan hukum tidak jelas : Hingga tahun 2024, belum ada dokumen resmi yang menunjukkan bahwa Poktan Harapan Kita memiliki badan hukum yang sah.

3. Tidak ada SPJ : Tidak ditemukan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) terkait perubahan dari UMKM menjadi Poktan, yang seharusnya menjadi dokumen penting dalam pengelolaan bantuan pemerintah.

4. Tidak ada papan nama resmi : Bangunan megah yang digunakan tidak memiliki papan nama resmi yang menunjukkan bahwa tempat tersebut merupakan Poktan Harapan Kita. Hal ini memunculkan dugaan adanya usaha untuk mengelabui masyarakat.

5. Status tanah : Tanah tempat berdirinya Poktan hingga saat ini masih berstatus milik mertua Hariyanto, yang dapat menimbulkan masalah terkait kepemilikan aset di masa depan.

Sementara Kepala Desa Pasrujambe, Sugianto saat ditemui di ruang kerjanya, kepada media  mengatakan, bahwa Poktan Harapan Kita memang ada, tetapi pemerintah desa tidak pernah dilibatkan terkait adanya bantuan-bantuan dari manapun, bahkan ia mengatakan tidak pernah tandatangan di berkas apapun yang berhubungan dengan bantuan, Senin (09/09/2024).

Sugianto memaparkan bahwa dulu awalnya ketua poktan harapan kita adalah Sutrisno, kemudian ketua poktan almarhum, PPL(Zaenul) bersama Hariyanto datang ke Balai desa untuk meminta tanda tangan saya mau ada Pergantian ketua baru karena ketua lamanya almarhum, sehubungan dengan adanya bantuan-bantuan,” saya tidak tahu, artinya tidak tidak ada pemberitahuan kepada pemerinta desa, apalagi ke saya,” tegas Sugianto.

Fathul Qorib, S.H., dari Lembaga Bantuan Hukum Persatuan Para Legal Republik Indonesia (PERPARI) kepada media ini mengatakan, Poktan Harapan Kita diduga melanggar beberapa regulasi, antara lain:

– Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang mengatur hak dan kewajiban kelompok tani dalam mengelola aset dan sumber daya.
– Peraturan Menteri Pertanian No. 16 Tahun 2015 tentang Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Tani.
– Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perizinan Berusaha di Bidang Pertanian.
– Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Kekayaan Negara, yang mewajibkan aset yang berasal dari bantuan pemerintah untuk dikelola sesuai ketentuan.

“dugaan pelanggaran hukum ini harus di tindak lanjuti, agar tidak ada yang menyalahgunakan wewenang untuk memperoleh keuntungan demi kepentingan pribadi atau golongan,” tegas Qorib.

Dugaan pelanggaran penggunaan aset dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang atau penggelapan, yang berpotensi berujung pada tindakan administratif atau hukum. Oleh karena itu, penting bagi Poktan untuk mengikuti aturan yang berlaku dan melaporkan penggunaan aset secara transparan. Jika terbukti terjadi pelanggaran, masyarakat dapat melaporkan kasus ini kepada instansi berwenang.
beraambung

(Bri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *