JAKARTA, ForumNusantaraNews – Kehidupan yang menenangkan dan akan nyaman dinikmati pada dasarnya adalah sebuah kesederhanaan hidup itu sendiri. Namun lambat laun mengikuti arus zaman, manusia semakin memperluas keinginannya, baik itu bagaimana ia harus tampil, menawan dilihat orang lain, ingin diakui atau dihargai orang lain melalui cover kehidupannya, dan banyak lainnya. Sehingga keinginan yang demikian kemudian merubah pola pikir orang yang pada awalnya hidup begini, kali ini harus hidup begitu.
Tetapi hal itu tidak berlaku dengan Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto saat menerima aspirasi masyarakat. Sebagai Wakil Rakyat daerah pemiliha Kalimantan Tengah, Bambang Purwanto masih mau menerima kedatangan awak media ini, saat mengunjungi kompleks rumah jabatan anggota (RJA) DPR RI di Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (28/11/2021)
Melalui obrolan yang sederhana dan kekeluargaan, Bambang Purwanto mengatakan bahwa pola pikir hedonis yaitu pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan hidup, malah makin membuat kehidupan kita semakin rumit, mengapa?
“Lawan dari hidup sederhana adalah hidup mewah. Seringnya kita menyamakan hidup sederhana itu seperti orang yang terlihat tidak punya uang, miskin, dan menyedihkan. Sebaliknya jika kita bisa memakai barang bermerk, makan di restoran dan selalu naik kendaraan mewah itu ciri orang kaya, banyak uang padahal kenyataannya banyak orang yang benar-benar kaya memilih hidup sederhana. Sedangkan yang sebenarnya memiliki uang pas-pasan selalu ingin terlihat hidup mewah sampai-sampai hutang kartu kredit menumpuk di luar batas kemampuan,” ungkapnya.
Lantas, Bambang Purwanto mengajak untuk tetap bersyukur, tidak kurang makanan, pakaian dan ada tempat tinggal itu sudah lebih dari cukup. “Lihatlah orang-orang yang masih kurang beruntung dibanding kamu. Bersyukur membuat hidupmu lebih bahagia, tanpa rasa syukur kamu justru akan terus gelisah untuk meraih yang tidak bisa kamu raih,” tuturnya.
“Yang terlebih penting untuk menjalani cara hidup sederhana adalah kamu perlu membuang jauh rasa gengsi dan malu. Hidup sederhana bukan berarti kita bermalas-malas supaya menjadi miskin, justru sebaliknya. Kamu harus bekerja dengan rajin supaya bisa meningkatkan taraf hidupmu. Dengan bekerja, kamu akan mempunyai tujuan hidup yang lebih besar lagi, misal kamu sedang menjadi karyawan biasa yang ingin membuka usaha sendiri, maka kamu akan berusaha untuk menabung supaya memiliki modal buat buka usaha,” tambah Bambang Purwanto.
Orang bijak menganggap bahwa hidup sederhana lebih indah, salah satu motivasi bijak yaitu: “Hal-hal sederhana dalam hidup memang yang paling luar biasa, hanya orang-orang yang bijak yang dapat memahaminya.”
Motivasi hidup sederhana ini perlu diingat baik-baik. Dalam kesederhanaan ada sesuatu yang luar biasa. Kamu akan merasakan bahwa hidup ini lebih indah. Kamu harus memahami bahwa kehidupan ini tidak harus diisi dengan kemewahan. Menjadi sosialita sekarang sedang menjadi trend. Banyak yang memamerkan harta benda melalui media sosial. Sebenarnya, apa sih untungnya memamerkan harta benda tersebut? Harta benda bukan untuk dipamerkan, melainkan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Kamu juga harus mengerti akan tenggang rasa. Bisa saja akibat kamu memamerkan harta bendamu, ada hati yang terluka karena iri melihat apa yang kamu miliki. Lebih baik hidup dengan cara sederhana karena ini luar biasa.
“Hidup itu sangat sederhana, tapi kita yang membuat hidup menjadi rumit,” terang Bambang Purwanto.
Kebutuhan dasar manusia ada tiga yaitu papan, sandang, dan pangan. Ketika ketiga kebutuhan ini bisa kamu penuhi, sebenarnya kamu sudah bisa menikmati hidup dengan damai dan nyaman. Janganlah membuat hidup menjadi rumit karena hal-hal yang tak penting. Ingin memiliki rumah mewah, mobil mewah, Hp mewah, baju branded, jalan-jalan ke luar negeri dan lain sebagainya.
“Ingat ya, memang keinginan manusia tak ada batasannya. Jika kamu tidak membatasi sendiri, kamu akan terbawa oleh arus dasar sifat naluri manusia. Hidup tak akan tenang meskipun sebenarnya kamu sudah dalam keadaan berkecukupan,” pesan Bambang Purwanto.
Sebenarnya hidup sederhana adalah dari apa yang kita pikirkan secara sederhana. Bukan lagi membandingkan kehidupan sederhana melalui pikiran orang yang notabene berbeda dengan kita. Sebab bagaimana pun, semua manusia memiliki pendapat berbeda tentang hidup dan bagaimana cara mereka membingkis kehidupannya itu sendiri.
“Maka lebih baik, jadilah diri kita sendiri dan nikmatilah hidup yang mampu kita jalani, bukan yang orang,” kata Anggota Komisi IV DPR RI itu.
Pria kelahiran Pacitan, Jawa Timur itu juga, di sela-sela kesibukannya dalam bidang pengawasan, yang mempunyai tugas: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugas Komisi IV DPR RI, masih berfokus pada apa yang disebut Etika Karakter sebagai fondasinya menjadi Wakil Rakyat — Merakyat dalam hal-hal seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, kesederhanaan, keberanian, keadilan, kesabaran, kesopanan, dan Aturan Emas yakni Santun ditegaskannya. Pada dasarnya, ini adalah kisah upaya seseorang untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip dan kebiasaan tertentu ke dalam sifatnya.
“Santun, kepribadian, sikap dan perilaku, keterampilan dan teknik, yang melumasi proses interaksi manusia,” ujar Bambang.
“Peran saya sebagai orang tua, wakil rakyat yang baik dan peduli, bahkan lebih dalam melihat dan menangani masalah terhadap kesejahteraan masyarakat menjadi syarat terhadap harapan sosial. Selidikilah hatimu sendiri dengan segala ketekunan untuk mengaliri masalah-masalah kehidupan,” ungkapnya.
Hanya kebaikan dasar yang memberi hidup pada teknik. Berfokus pada teknik sama seperti menjejalkan sekolah Anda. Anda kadang-kadang bertahan, bahkan mungkin mendapat nilai bagus, tetapi jika Anda tidak membayar harganya hari demi hari, Anda tidak pernah mencapai penguasaan sejati dari mata pelajaran yang Anda pelajari atau mengembangkan pikiran yang berpendidikan.
“Pertanian adalah sistem alami. Harga harus dibayar dan prosesnya diikuti. Anda selalu menuai apa yang Anda tabur; tidak ada jalan pintas. Prinsip ini juga benar, pada akhirnya, dalam perilaku manusia, dalam hubungan manusia. Mereka juga adalah sistem alami berdasarkan hukum panen. Dalam jangka pendek, dalam sistem sosial buatan seperti sekolah, Anda mungkin bisa bertahan jika Anda belajar bagaimana memanipulasi aturan buatan manusia, untuk “bermain game.”
Dalam sebagian besar interaksi manusia satu suntikan atau berumur pendek, Anda dapat menggunakan Etika Kepribadian untuk bertahan dan membuat tayangan yang menyenangkan melalui pesona dan keterampilan dan berpura-pura tertarik pada hobi orang lain. Anda dapat mengambil teknik yang cepat dan mudah yang dapat bekerja dalam situasi jangka pendek. Tetapi sifat-sifat sekunder saja tidak memiliki nilai permanen dalam hubungan jangka panjang. Akhirnya, jika tidak ada integritas yang dalam dan kekuatan karakter mendasar, tantangan hidup akan menyebabkan motif yang sebenarnya muncul dan kegagalan hubungan manusia akan menggantikan kesuksesan jangka pendek.
Banyak orang dengan keagungan kedua — yaitu, pengakuan sosial atas bakat mereka — tidak memiliki keagungan atau kebaikan dalam karakter mereka. Cepat atau lambat, Anda akan melihat ini dalam setiap hubungan jangka panjang yang mereka miliki, apakah itu dengan rekan bisnis, pasangan, teman, atau anak remaja yang sedang mengalami krisis identitas. Ini adalah karakter yang berkomunikasi dengan paling fasih. Seperti yang pernah dikatakan, “Apa yang kamu teriakan begitu keras di telingaku, aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakan,” beber Bambang.
Tentu saja ada situasi di mana orang memiliki kekuatan karakter tetapi mereka tidak memiliki keterampilan komunikasi, dan itu tidak diragukan lagi mempengaruhi kualitas hubungan juga. Tetapi efeknya masih sekunder. Dalam analisis terakhir, apa yang kita komunikasikan jauh lebih fasih daripada apa pun yang kita katakan atau lakukan.
“Kita semua tahu itu. Ada orang yang kita percayai sepenuhnya karena kita tahu karakter mereka. Apakah mereka fasih atau tidak, apakah mereka memiliki teknik hubungan manusia atau tidak, kami mempercayai mereka, dan kami berhasil bekerja dengan mereka,” terang Wakil Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat itu.
Kebiasaan ini, kita perlu memahami “paradigma” kita sendiri dan bagaimana membuat “perubahan paradigma.”
Kata paradigma berasal dari bahasa Yunani. Ini awalnya merupakan istilah ilmiah, dan lebih umum digunakan hari ini untuk memaknai model, teori, persepsi, asumsi, atau kerangka acuan. Dalam pengertian yang lebih umum, ini adalah cara kita “melihat” dunia — bukan dalam hal penglihatan visual kita, tetapi dalam hal memahami dan menafsirkan. Itulah paradigma sebenarnya. Itu adalah teori, penjelasan, atau model dari sesuatu yang lain.
Ini juga menunjukkan bahwa paradigma ini adalah sumber dari sikap dan perilaku kita. Kita tidak bisa bertindak dengan integritas di luar mereka. Kita tidak bisa mempertahankan keutuhan jika kita berbicara dan berjalan secara berbeda dari yang kita lihat. Sejelas dan seobjektif kita berpikir kita melihat sesuatu, kita mulai menyadari bahwa orang lain melihatnya secara berbeda dari sudut pandang mereka sendiri yang tampaknya sama jernih dan objektifnya. “Tempat kita berdiri tergantung pada tempat kita duduk,” papar Bambang.
Kita masing-masing cenderung berpikir bahwa kita melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bahwa kita objektif. Tapi ini bukan masalahnya. Kita melihat dunia, bukan sebagaimana adanya, tetapi sebagaimana adanya — atau, sebagaimana kita dikondisikan untuk melihatnya. Ketika kita membuka mulut kita untuk menggambarkan apa yang kita lihat, kita pada dasarnya menggambarkan diri kita, persepsi kita, paradigma kita.
“Semakin kita sadar akan paradigma dasar kita, peta, atau asumsi, dan sejauh mana kita telah dipengaruhi oleh pengalaman kita, semakin kita dapat mengambil tanggung jawab untuk paradigma-paradigma itu, memeriksa mereka, menguji mereka terhadap kenyataan, mendengarkan orang lain dan terbuka untuk persepsi mereka, dengan demikian mendapatkan gambaran yang lebih besar dan pandangan yang jauh lebih objektif,” tutur Bambang mengakhiri obrolannya. (**)
Tinggalkan Balasan