Terkait Pilkada Serentak, LaNyalla Ingatkan Ketua KPU dan Bawaslu

Foto : LaNyalla bersama Ketua KPU RI, Arif Budiman dan Ketua Bawaslu RI, Abhan.

Foto : LaNyalla bersama Ketua KPU RI, Arif Budiman dan Ketua Bawaslu RI, Abhan.

Forumnusantaranews.com, Jakarta – DPD RI mengingatkan sekaligus memberi masukan kepada KPU RI dan Bawaslu RI terkait tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang rencananya akan digelar 9 Desember 2020 mendatang. Sejumlah aspirasi dari daerah disampaikan secara langsung kepada kedua lembaga inti penyelenggara Pilkada tersebut.

Memang, dalam Sidang Paripurna pada Juni silam, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyatakan DPD RI memahami keinginan pemerintah untuk tetap melaksanakan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Namun DPD RI juga mencatat keberatan yang diajukan Komite I DPD RI atas hajatan demokrasi di daerah tersebut.

Demikian disampaikan LaNyalla kepada Ketua KPU RI, Arif Budiman dan Ketua Bawaslu RI, Abhan, Senin (14/9/2020) pagi di Jakarta.

Didampingi Ketua Komite I, Fachrul Razi, LaNyalla juga menyampaikan adanya banyak pelanggaran protokol kesehatan dan potensi penurunan kualitas demokrasi akibat praktek kecurangan atau pemanfaatan secara terselubung situasi wabah Covid-19 oleh sejumlah calon, khususnya calon dari kalangan Petahana.

“Semua catatan tersebut ada di Komite I, nanti Senator Fachrul Razi dapat menyampaikan secara lebih detil,” ungkapnya.

LaNyalla berharap, Bawaslu sebagai garda terdepan yang menjamin kualitas Pilkada berjalan dengan baik. Dapat tetap tegas bekerja dengan memberikan evaluasi secara berkala dan terbuka kepada publik, atas proses tahapan Pilkada yang berjalan. Sehingga bisa menjadi masukan bagi semua pihak. Terutama KPU RI dan KPU di daerah. Juga bagi para Senator dalam melaksanakan fungsi pengawasan.

Di tempat yang sama, ketua Komite I yang juga Senator asal Aceh, Fachrul Razi, menyatakan pihaknya memang menjadikan opsi penundaan Pilkada sebagai sikap Komite I. Mengingat beberapa temuan dan ancaman masalah terutama potensi Pilkada sebagai klaster massal penyebaran Covid-19.

“Ini sudah kami sampaikan, mengingat ada pintu untuk melakukan penundaan atau pemberhentian tahapan pilkada di dalam UU Pilkada,” urai Fachrul.

Ditambahkan Fachrul, Komite I juga telah menggelar rapat konsultasi dengan Polri dan Kejaksaan Agung, tentang kesiapan dua institusi tersebut untuk mendukung secara penuh kerja Bawaslu RI dalam melakukan pengawasan dan penindakan pelanggaran tahapan Pilkada.

“Dan kemarin telah terbukti adanya pelanggaran protokol Covid saat pendaftaran pasangan calon di sejumlah KPU di daerah,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Bawaslu RI, Abhan, meyakinkan Pimpinan DPD RI dan para Senator bahwa pihaknya mampu menangani sejumlah pelanggaran yang terjadi. Kami memang memiliki keterbatasan SDM, tetapi kami mendapat back up penuh dari institusi lain. Mulai dari Satpol PP, Polisi hingga Kejaksaan.

“Dari pengalaman sebelumnya, ada beberapa pelanggaran Pilkada dan Pemilu yang kami proses hingga ke ranah hukum dan diadili di pengadilan,” tukasnya.

Sementara Ketua KPU RI, Arief Budiman membenarkan bahwa ada beberapa calon peserta Pilkada yang positif terpapar Covid-19. Bahkan per 14 September 2020, angkanya telah menjadi 63 orang, dan tersebar di 21 provinsi.

“Sebelumnya di media masih 59. Sekarang sudah menjadi 63. Tetapi kami telah menyiapkan protokol dan prosedur serta skema untuk menjawab persoalan tersebut,” papar Arief.

Arief pun menjelaskan beberapa hal terkait prosedur protokol Kesehatan yang akan diberlakukan di semua tahapan Pilkada serentak Desember nanti. Salah satunya aturan jumlah peserta kampanye. Dimana pada sesi debat, hanya dapat dihadiri 50 orang, yang dibagi dari total pasangan calon. Dan kampanye akbar satu paslon, hanya boleh dihadiri maksimal 100 orang dengan protokol yang juga ketat.

“Jadi dalam debat nanti, kalau pasangan calon ada 2, maka kuota 50 orang dibagi dua, masing-masing paslon hanya boleh membawa 25 pendukung. Kalau ada 5 pasangan, ya masing-masing hanya boleh membawa 10 orang pendukung. Itu pun dengan syarat protokol yang ketat. Termasuk saat hari H pemilihan, bagi pemilih yang positif Covid dan dalam isolasi, petugas yang mendatangi, dengan APD standar, semua sudah kami simulasikan,” rincinya.

Ditambahkan Arief, dari total tambahan anggaran yang semula direncanakan Rp.4,7 trilyun, KPU berhasil memangkas menjadi Rp. 3,7 trilyun, menyusul penurunan biaya rapid test yang telah dipagu oleh Kemenkes.

“Dan dari total dana tersebut hanya Rp.5 milyar yang dipergunakan oleh KPU RI, sisianya semua dialokasikan ke KPU di daerah. Dan dana itu sebagian dipergunakan untuk keterlibatan 3,3 juta tenaga honorer di daerah. Ini juga diharapkan menghidupkan roda perekonomian di daerah,” pungkasnya. (*/Bam/Diens).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *