Peluru Peluru Wartawan Peluru Huruf Berbentuk Kalimat

FN berita online: Napoleon Bonaparte, seorang Panglima Perang Perancis tak pernah gentar menghadapi musuh. Seorang  tokoh dirgantara handalan Perancis harus mengaku getir terhadap pena wartawan.

Dia mengungkap di tengah tengah insan pers  tatkala sedang diwawancarai, ” saya lebih takut menghadapi satu pena wartawan dari pada seribu bayonet musuh.”

“Peluru dirgantara timah panas mengenai badan, namun peluru peluru wartawan, peluru huruf berbentuk kalimat mengenai otak dan menusuk hati, lalu otak mengubah koknisi, lalu afeksi dan psikomotorik  maka lalu bisa menggerakkan bangsa.”

Walaupun sebagian pengamat berinisiatif terhadap pernyataan Napoleon Bonaparte, hanya  sebatas hiperbola, baginya tentu tidak.

Berbagai penjuru kawasan Eropa banyak ditaklukkannya, seperti Swiss dan Roma, takluk  di atas keberaniannya, namun hatinya tetap meringis terhadap wartawan.

Adam Smith, selain tokoh perintis ekonomi radikal di masanya, dia  juga seorang  wartawan dunia, mampu memberikan gagasan autentik untuk masa depan insan pers.

” Pena wartawan bisa merubah pola fikir bangsa.”

Kekuatan meranum kata jadi kalimat sempurna, akan merintis gagasan aktual diperjalan dunia  infomasi, mencuat membentuk gagasan baru, untuk mendobrak keterpurukan sosial  manusia , (human sociality), mampu memperadaptasikan pola hidup di lingkungan terpuruk, menjadi insyaf, hanya karena oretan pena wartawan.

Peluru huruf  terangkum menjadi kalimat, akan menusuk hati bangsa, hingga mampu membentuk pada satu nilai kesatuan  hakiki, meraih kemerdekaan, menapaki hidup nyaman diperaturan bernegara , itu semua karena ujung pena sang jurnalis, menabur karyanya menjadi pusat informasi dicerna dan dibaca oleh sekian bangsa.

Oretan kata kalimat wartawan, tidak lain adalah  tinta emas, bagi siapa membaca hasil karyanya,  akan mampu merubah pola fikir bangsa, kemasa masa yang cerah.

Sebaliknya, pena wartawan memiliki kemampuan untuk menenggelamkan masa depan bangsa, pabila keterpurukan, kejumudan sosial bernegara dilakukan.

Era reformasi gagasan perubahan mental dari transisi hidup di era globalisasi, era pencampur adukan segala problem hidup sosial, baik agama maupun negara,  seakan semu diterima, di tengah tengah kegalauan itu, wartawan melongok, membaca situasi dengan rekaman untuk menghabisi keterpurukan tersebut, dengan modal kelihaian mengungkapkan hasil oretan penanya.

Otomatis pengembangan kata jadi kalimat, akan menjilma nuklir pemusnah keadaan di era keterpurukan, mekar, menjilma kesempurnaan hidup bangsa.

Negara tanpa wartawan, berarti mengharapkan kehancuran.

Selamat Hari Pers Nasional (HPN). (Sim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *