KISWANTO BCC BLORA : ” DIAKUI TIDAK DIAKUI BLORA KETINGGALAN JAUH DARI TETANGGANYA”

Gambar : Jalan alternatif menuju Ngawi yang melewati Desa Bodeh dan desa Getas rusak parah

Blora, Forumnusantaranews:-Akhirnya Masyarakat Blora dikabulkan mempunyai Pemimpin baru, setelah beberapa dekade dipimpin oleh Joko Nugroho mantan Bupati Blora yang dua priode menjabat sebagai Bupati Blora sejak 2010-2020, menggantikan Basuki Widodo sang kakak yang wafat di tengah perjalanannya menjabat sebagai Bupati Blora.

H.Arief Rahman .S.IP. M,S.i. dan Tri Yuli Setiyowati. S,T.M.M. Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Blora Pemenang Pilkada Tahun 2020 yang lalu, dinyatakan syah sebagai Bupati dan Wakil Bupati setelah dilantik lewat dering dari Pondopo Blora oleh Gubenur Jawa Tengan Ganjar Pranowo

Sukses terpilihnya Arief Rahman sebagai orang nomer 1 di Blora ini, rupanya tak membuat beberapa pihak yang terdiri dari beberapa elemen masyarakat optimis, bahkan kurang yakin serta pesimis Pasangan ini bisa berbuat banyak untuk perubahan Blora yang sudah ketinggalan dari tetangganya itu.Seperti dengan Bojonegoro, Ngawi Jatim dan daerah lainnya, bisa mewujudkan impian warganya.

Selain rentang waktu yang hanya 2.5 tahun mereka menjabat, terlalu banyak PR yang diwariskan oleh pendahulunya. Diprediksi waktu pendek itu tidak mungkin bisa mengatasi serta bekerja maksimal bagi keduanya.

Dari sekian PR yang paling dikeluhkan masyarakat Blora yaknj dibidang infra struktur.
Penyedian sarana dan prasarana ini dibeberapa wilayahnya, terutama di pedesaan sungguh sangat minim.Mungkin hanya 30 persen yang bisa dinikmati oleh masyarakat Blora,selebihnya 70 persen warga Blora harus sabar menghadapi jalan yang terjal, rusak dan berlubang.

KISWANTO Tim Investigasi BCC Blora

Kiswanto seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Blora Crisis Center (BCC) Blora Tim Investigasi wilayah Blora Selatan ikut andil mengomentari terkait permasalahan ini.Ia memaklumi atas kekhawatiran dari kelompok masyarakat kepada pasangan Bupati dan Wakil Bupati yang baru dinobatkan ini.

Menurutnya kekhawatiran mereka cukup beralasan dan rasio.Pembangunan infra struktur di Blora khususnya di Pedesaan diakuinya memang terkesan kurang mendapat perhatian selama ini.

“Bahkan di kecamatan Banjarjo tempat kediaman Pak Arief masih banyak jalan rusak.Apalagi di wilayah Blora lainnya.”ungkapnya saat ditemui di rumahnya Rabu,10/03/2021

Masih kata Kiswanto, apalagi di wilayah Blora bagian selatan, jalan rusak di mana mana. Bahkan bisa dikatakan pembangunan jalan tidak tersentuh sama sekali.

Tim Investigasi Forum Nusantara Gruop di lapangan juga sempat bertemu dengan seorang warga perantau yang sudah 21 tahun menetap di Desa Kentong Cepu, sebut saja Moradhen menyatakan keperihatinannya melihat kondisi jalan Blora.

” Bayangkan mas, sejak awal saya tinggal di sini, jalan di KedungTuban Selatan yang berbatasan langsung dengan Bojonegoro, selama 21 tahun ya tetap seperti ini, sama sekali tidak ada perubahan,” celotehnya.

Hal senada juga disampaikan kepada Tim Investigasi oleh Sriyanto Kepala Desa Tlogotuwung kecamatan Randublatung, yang desanya berbatasan langsung dengan Ngawi. Ia menyatakan kejenuhannya, sudah bertahun tahun setiap ada acara baik ke kota kecamatan maupun ke Blora, karena ia harus melewati jalanan yang hampir semua ruas jalan rusak dan berlubang.

“Apalagi jalan di depan penghubung Desa Tlogotuwung dengan Desa Gempol bisa dikatakan tak pernah dilakukan t pembangunan jalan sama sekali,”keluhnya saat ditemui di rumahnya, Kamis, 25/02/21.

Ditambahkan oleh Sriyanto bahwa setiap ada Musrimbang, baik tingkat Desa mauoun tingkat kecamatan selalu diusulkan, supaya jalan penghubung menuju Desa Gempol dan Desa Bankleyan, sangat parah dan telah puluhan tahun diduga dibiarkan begitu saja oleh pihak berwenang.

Selain jalur pengubung antar kecamatan, jalan tersebut juga adalah jalur alternatif ke beberapa kota kabupaten lain, seperti ke Ngawi, Purwodadi dan Sragen.

“Sejak saya menjabat Kades Tlogotuwung perkiraan sejak tahun 2002, selalu diusulkan, bahkan cuma jalan satu itu yang diusulkan, tapi sampai saat ini tidak pernah di acc,”ungkapnya penuh kecewa.

Ironisnya di desa Gempol itu ada anggota DPRD dari Fraksi Nasdem Yayus Waluyo.Namun diduga sepertinya harus pasrah menghadapi kenyataan yang dihadapinya.

Disisi laib pernyataan terbalik datang dari Didik Sugiyono Kepala Desa Randulawang justru bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Sriyanto, saat ditemui di kantornya.Senin 1/02/2021.

” Jalan itu sudah sering dilakukan perbaikan, termasuk jalur jalan menuju Desa Bangkleyan.Mungkin karena sering dilalui kendaraan besar yang bermuatan beban berat, apalagi dimusim panen jagung, ya resikonya satu tahun hancur,” demikian kata Didik.

Terlepas dari pernyataan kedua Kepala Desa tersebut di atas. fakta di lapangan cukup membuktikan kebenarannya.Pembangunan infra struktur bisa dikatakan hampir di seluruh pedesaan, terutama desa yang berbatasan langsung dengan wilayah tetangga, seperti Bojonegoro, Tuban, Rembang, Pati dan Ngawi, 70 persen perlu mendapat perhatian khusus dari Pemerintah khususnyq Pemerintah Kabupaten.
Terutama yang berada wilayah selatan.
Seperti Sambong, Cepu, KedungTuban, Randublatung, Kradenan yang meliputi Desa Mindenrejo, Sumber, Ngrawoh, Inggil.Ngelebah dan Megiri yang berbatasan dengan desa Selopuro kecamatan Pitu Ngawi.

Miris memang jika kita berada di Desa Megiri, warga setempat seperti terisolasi karena minimnya penyedian infra struktur yang sangat tidak layak untuk dilewati kendaraan bermotor, dengan kondisinya yang sangat memperihatinkan.

Sementara di seberang jalan yang sudah masuk wilayah Ngawi, pembangunan infra struktur jauh lebih bagus di atas Blora.Bahkan dipastikan tidak lebih dari 5 persen di wilayah Ngawi ini, ditemukan jalan rusak, seperti yang ada di wilayah Blora.

” Diakui tidak diakui Blora memang jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan tetangganya.Apalagi yang berbatasan dengan Kabupaten yang masuk wilayah Jawa Timur.” Ulas Kiswanto Tim Investigasi BCC Blora bagian Selatan ini.

Beberapa warga setempat yang ditemui di lapangan oleh Tim Investigasi mengaduh, menyatakan cukuo stres ketika harus ada urusan ke kota kecamatan, apalagi pada musim hujan seperti saat ini.
” Kadang saya terpaksa harus muter lewat Ngawi, karena jika musim hujan seperti saat ini jalan licin, tidak berani melewatinya,”keluhnya, seorang warga setempat yang tidak mau disebutkan namanya.

Padahal jika muter menuju Kradenan kota kecamatan, melewati Ngawi jarak tempohnya mencapai 84 kilo, sedangkan jika melewati jalur biasanya ke kota kecamatan kurang lebihnya hanya 15 kilo,

“Sudah saatnya Blora mengejar ketertinggalan dari daerah lainnya,Ya…harus optimis ! Blora dibawah kepemimpinan Arief Rahman bisa mengejar daerah lainnya, “demikian kata Kiswanto  semangat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *