Forum Nusantara – Dua orang Advokat FS (67) dan DAS (28) ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Polrestabes Surabaya. Mereka disangkakan melanggar pasal 263 ayat (2) KUHP tentang pemalsuan Surat atau menggunakan surat palsu.
Kedua advokat itu ditetapkan sebagai tersangka pada 21 September 2020 sesuai surat penetapan Nomor S-Tap 275/IX/RES.1.9/2020/Satreskrim dan S-Tap 276/IX/RES.1.9/2020/Satreskrim. Polrestabes Surabaya.
Dugaan tindak pidana pemalsuan surat ini berkaitan dengan kasus PKPU/pailit yang membelit PT Gusher Tarakan pada 2017 lalu di Pengadilan Niaga Surabaya.
FS dan DA mengaku sebagai kuasa hukum Leny (50) yang seolah-olah sebagai salah satu kreditor konkuren PT Gusher dalam perkara PKPU/Pailit No 7/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN SBY jo No 8/Pdt.sus-PKPU/2017/PN.Niaga Surabaya. Padahal, PT Gusher tidak memiliki utang kepada Leny.
Belakangan diketahui, Dua tersangka itu mengaku mendapat surat kuasa dari Tafrizal Hasan Gewang, salah satu kurator yang menangani boedel pailit PT Gusher Tarakan di Pengadilan Niaga Surabaya.
Moh Hasan, pelapor sekaligus kuasa hukum Leny yang menjadi korban dalam perkara ini menyatakan mengapresiasi kinerja penyidik yang sudah bekerja keras membongkar masalah ini. Ia berharap pihak kepolisian segera melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaan.
“Kami apresiasi kinerja penyidik, harapan-nya penyidik segera melimpahkan berkas pada kejaksaan agar segera dapat diperiksa di Pengadilan,”papar Hasan, diyemhi di Gedung Polrestabes Surabaya, Kamis (24/9).
Hasan memastikan, Leny bukanlah kreditor dalam perkara ini, melainkan hanya salah satu pemilik tenan atau stand di Grand Tarakan Mall (GTM) yang dikelola PT Gusher.
Tak ingin klienya mendapat tuntutan hukum dari PT Gusher sebagai Kreditor fiktif, Hasan kemudian melaporkan perkara ini pada kepolisian.
Dikesempatan yang sama, kuasa hukum PT Gusher Tarakan Hermawan Benhard Manurung mengatakan, rekyasa pailit PT Guser tidak bisa lepas dari tokoh intelektual yang memiliki kepentingan.
Benhard Menyoal peran kurator yang memberikan surat kuasa palsu pada dua tersangka untuk digunakan ber-acara di Pengadilan. Padahal, kata Benhard sesuai Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK), kurator harus bertindak independen dan tidak memiliki kepentingan baik itu dengan kreditor maupun debitor.
“Sesuai UU Kurator harus independen, tidak memiliki benturan kepentingan dengan Debitor atau Kurator hal ini tertuang dalam pasal 15 ayat [3] UU Kepailitan,”bebernya.
Kasus pemalsuan seperti ini dipandang Benhard tidak bisa dikatakan sebagai pemalsuan biasa, tapi lebih pada pemalsuan intelektual karena ditemukannya peran dari kurator.
“Ini yang disebut dalam yurisprudensi tergolong Intelectuele Valsheid, atau Pemalsuan Intelektual,”kata dia.
Benhard menilai masih terdapat pihak lain yang ikut terlibat dalam perkara ini, sedangkan kurator Tafrizal Hasan Gewang diketahui telah meninggal dunia.
Hakim pengawas kemudian menunjuk Agung Kurniawan SH., SE., MM., MH, yang berkantor di Jl. Melati Putih 74 A Kemanggisan Slipi, Jakarta Barat. sebagai Kurator dalam perkara ini.
Benhard menilai, pergantian kurator dalam pemberesan harta pailit ini hanyalah meneruskan upaya Konspiratif yang diduga terjadi sebelumnya.
Ironisnya, lanjut Benhard, kurator dan KPKNL Kota Tarakan mengabaikan hal itu dan terus berupaya melakukan pelelangan Aset milik PT Gusher Tarakan, padahal proses lelang itu sebelumnya telah digugat di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) nomor 23/Pdt.G/2020/PN.Tar.
“Kami pastikan KPKNL Kota Tarakan dan juga Kurator akan mendapat tuntutan hukum dari kami, apabila hal itu diteruskan,”kata Benhard.
Selain itu, masih terdapat upaya hukum kasasi dalam gugatan lain-lain Nomor 6/Kas/G lain-lain/2020/PN Niaga Sby, atas putusan pailit No 7/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN SBY jo No 8/Pdt.sus-PKPU/2017/PN.Niaga Surabaya, yang hingga saat ini masih dalam tahap pemeriksaan oleh hakim Mahkamah Agung (MA).
Gugatan PMH maupun Kasasi tersebut menurut Benhard berdasarkan sejumlah bukti, dimana para direksi dalan perkara PKPU/Pailit PT Gusher adalah direksi yang tidak memiliki legal standing sebagai pihak yang dapat mewakili perusahaan di Pengadilan.
“Para direksi tersebut antara lain Steven Hakim dan Hendrik Hakim, Bapak dan anak yang merupakan direksi lama yang telah dipecat dan tidak memiliki jabatan apapun di Perusahaan.”ungkap Benhard.
Hal itu terbukti dengan keluarnya akta Notaris Nomor 12 tertanggal 14 Maret tahun 2016 tentang Risalah Rapat PT. Gusher Tarakan. Bukti tersebut menerangkan bahwa Hendrik Hakim diberhentikan dari jabatannya selaku Komisaris PT. Gusher Tarakan dan memberhentikan Steven Hakim dari jabatannya selaku direktur PT. Gusher Tarakan
Akta tersebut juga memuat Perubahan susunan Direksi Perseroan, dimana yang menjadi Direktur Utama (Dirut) yaitu Gusti Syaifuddin, kemudian sebagai Direktur adalah Agus Toni dan yang menjabat Komisaris ialah Denny Mardani.
“Artinya, sewaktu perkara PKPU/Pailit ini bergulir di PN Niaga Surabaya pada tahun 2017, mereka bukan lagi direksi yang dapat mewakili perusahaan didalam maupun diluar Pengadilan,”papar Benhard.
Sedangkan nilai utang sebesar 80 Miliar di Bank Negara Indonesia (BNI) Tarakan juga dinyatakan sebagai utang pribadi Steven dan Hendrik yang menurut Benhard tidak memiliki korelasi hukum dengan PT Gusher.
Mantan diraksi PT Gusher Tarakan Steven Hakim Dilaporkan pasal 242 KUHP/Dok. Ist
Hal itu diperkuat dengan turunnya Putusan Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) No 363/PK/Pdt/2019 tertanggal 12 Juni 2019 antara Henrik Hakim dan Steven Hakim selaku pemohon PK melawan PT. BNI selaku Termohon PK dan Gusti syaifuddin, SH, Deny Mardani, PT Gusher Tarakan selaku Turut Termohon PK dengan amar Menolak Permohonan pemohon Peninjauan Kembali.
Putusan itu juga menguatkan putusan PK tahun 2011, yakni Putusan PK Nomor 762 PK/Pdt/2011 tentang perjanjian kredit antara BNI dan Steven Hakim serta Hendrik Hakim.
“Bukti (putusan) menerangkan dan menguatkan Putusan Nomor 762 PK/ Pdt/ 2011 yang mana Perjanjian Kredit antara Steven Hakim dan Hendrik Hakim dengan PT. BNI bukan merupakan pinjaman dari PT. Gusher Tarakan tetapi merupakan pinjaman pribadi Steven Hakim dan Hendrik Hakim,”ungkap Benhard.
Atas serangkain bukti itu, Steven Hakim juga telah dilaporkan oleh PT Gusher di Polrestabes Surabaya Nomor LP STTLP/323/B/IV/2017/JATIM/RESTABES SBY, dengan laporan pasal 242 KUHP tentang dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu dibawah sumpah.@ [rob/Jn]
One Comment
Ngeri-ngeri sedap